SENJA
DI PELABUHAN KECIL – Chairil Anwar
Buat:
Sri Ajati
Ini
kali tidak ada yang mencari cinta
diantara
gudang, rumah tua, pada cerita
tiang
serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu
bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan
kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada
lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali
tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari
pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946
A. Struktur Batin Puisi
Bait
1 pengarang menceritakan cinta yang sudah tidak dapat diperoleh lagi. Pengarang
melukiskan gedung, rumah tua, tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tidak
bertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Pengarang
merasakan kehampaan hati karena cintanya yang hilang. Kenangan cinta sangat
memukul hatinya sehingga hatinya mati setelah orang yang dicintainya pergi
seperti kapal yang tidak berlaut hidupnya tiada berarti.
Bait
2 pengarang memfokuskan perhatian pada suasana pelabuhan dan tidak lagi ke
benda-benda di pelabuhan yang beraneka ragam. Di pelabuhan itu turun gerimis
yang mempercepat kelam (menambah kesedihan pengarang) dan ada ‘kelepak elang’
yang menyinggung muram ( membuat hati pengarang lebih muram).‘desir hari lari
berenang’ (kegemingan telah musnah). Suasana di pantai itu suatu saat membuat
hati pengarang dipenuhi harapan untuk terhibur, tapi ternyata suasana pantai
itu kemudian berubah. Harapan untuk mendapatkan hiburan itu musnah, sebab “dan
kini tanah air tidur hilang ombak”.
Bait
3 pikiran pengarang lebih dipusatkan pada dirinya dan bukan kepada pantai dan
benda-benda sekeliling pantai itu. Dia merasa ‘ aku sendiri’. Tidak ada lagi
yang diharapkan akan memberikan hiburan dalam kesendirian dan kedukaannya itu.
Dalam kesendirian itu, pengarang mengisir semenanjung semula ia berjalan dengan
dipenuhi harapan. Setelah pengarang
mencapai ujung tujuan, ternyata orang yang diharapkan akan menghiburnya itu
malah mengucapkan selamat jalan. Pengarang merasa bahwa sama sekali tidak ada
harapan untuk mencapai tujuannya. Sebab itu dalam kesendirian dan kedukaannya,
pengarang merasakan “dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap”.
Betapa mendalam rasa sedihnya itu, ternyata dari pantai keempat sedu-sedan
tangisnya dapat dirasakan.
1.
Tema:
kedukaan yang mendalam karena kegagalan cinta.
2.
Nada:
pengarang menceritakan kegagalan cintanya dengan nada ratapan yang sangat
mendalam, karena lukanya benar-benar sangat dalam.
3.
Perasaan
: pengarang merasakan kesedihan, kedukaan, kesepian, dan kesendirian itu
disebabkan oleh kegagalan cintanya dengan Sri Ayati. Bahkan sedu tangisnya
menggumandang sampai ke pantai ke empat karena kegagalan cintanya.
4.
Amanat
: pengarang ingin mengungkapkan kegagalan cintanya yang menyebabkan hatinya
sedih dan tercekam. Kegagalan cintanya yang menyebabkan seseorang seolah-olah
kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh-sungguh dapat menyebabkan seseorang
memahami apa arti kegagalan secara total.
B. Struktur Fisik Puisi
1.
Diksi
(pilihan kata)
Pilihan kata banyak menggunakan kata-kata bernada muram,
dipantulkan oleh kata-kata: gudang, rumah tua, temali, kelam, laut, tidur,
hilang ombak, ujung desir, dll.
2.
Majas
(bahasa kiasan)
Gaya
bahasa yang terdapat pada puisi diatas adalah
a.
Metafora
Pengarang menggunakan bahasa kias untuk memperdalam rasa duka yang
dirasakan. Ketidak berdayaan diungkapkan pengarang sebagai sebuah ‘gudang,
rumah tua, tiang dan temali’ yang tiada berguna. Harapan pengarang kandas bagai
kapal dan perahu yang tidak melaut karena menghempaskan diri di pantai saja.
Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak bergerak.
b.
Personifikasi
Diungkapkan pengarang melalui “rumah tua pada cerita, ada juga
kelepak elang menyinggung muram, desir hari lagi berenang, dan kini tanah dan
air tidur hilang ombak dan sedu penghabisan bisa terdekap”. Lewat kata
tersebut pengarang mecoba menghidupkan rumah tua yang seakan mampu bercerita,
dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung perasaan orang yang
sedang muram. Hari pun dikatakan pengarang seakan berlari dan berenang menjauh
hingga pengarang bisa memutar balik waktu itu. Pengarang juga berusaha
menidurkan tanah air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang
digambarkan.
c.
Sinekdot
Terlihat pada kata ‘tiang’ yang sebenarnya pengarang mencoba
menggambarkan rumah. Kata kapal dan perahu yang berarti pelabuhan.
d.
Hiperbola
Terdapat pada kalimat “dan kini tanah dan air tidur hilang” serta
“dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap”. melebih-lebihkan
kebekuan hati karena sang gadis itu.
3.
Pencitraan
“Diantara
gudang, rumah tua, pada cerita
tiang
serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut”
Pengarang
membuat pembaca seolah-olah dapat melihat gudang, rumah tua pada cerita, tiang
serta temali, kapal, dan perahu yang
tidak berlaut.
4.
Tipografi
“Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang”.
Pengarang menggunakan tipografi puisi konvensional dengan
dilengkapi enjambement berupa titik ditengah baris yang menunjukkan bahwa
gagasan pada suatu baris dalam puisi masih berlanjut pada baris berikutnya.
5.
Verifikasi
( rima, ritma, metrum)
Rima akhir setiap bait /ta-ta-ut-ut/ (abab). Ritma berupa ikatan
yang mengikat bait dengan menggunakan keterangan kalimat. Pada bait pertama
menggunakan frasa/ini kali/ pada bait kedua menggunakan /gerimis/ pada bait
ketiga menggunakan /tiada lagi/. Kata pengikat tersebut memunculkan gelombang
irama baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar