Syukur alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tak lupa pula
ucapan terimakasih kepada pembimbing mata kuliah kajian prosa fiksi Dr Gatot
Sarmidi, M.Pd yang telah mengarahkan penyusunan makalah ini. Walaupun demikian
makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan
baik isi, atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Makalah
ini dibuat dengan judul “Struktur
Narasi ” diharapkan bisa membuat
pembaca mengerti tentang pengertian setting dalam prosa fiksi, unsur gaya dalam karya fiksi dan penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi.
Makalah
ini juga sangat bermanfaat bagi pembaca dan penulis karena dengan membaca
makalah ini pembaca dan penulis mengetahui alur dalam prosa fiksi, sudut pandang dan tema dalam prosa fiksi.
Penulis
KATA PENGANTAR
....................................................................................................................1
DAFTAR ISI
...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
..............................................................................................................3
1.2 Rumusan
Masalah
.........................................................................................................4
1.3 Tujuan
Penulisan
...........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian setting dalam prosa fiksi .............................................................................5
2.2 Unsur gaya dalam karya fiksi
.......................................................................................6
2.3 Penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi ..............................................................6
2.4 Alur dalam prosa fiksi
...................................................................................................8
2.5 Sudut pandang
.............................................................................................................10
2.6 Tema dalam prosa fiksi
...............................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................................................12
3.2 Saran
...........................................................................................................................12
RUJUKAN
....................................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah
prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan
prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita ber-plot. Pengertian prosa fiksi tersebut
adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan
pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari
hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Sebagai salah satu genre sasra, karya
fiksi mengandung unsur-unsur meliputi :
- Pengarang
atau narrator
- Isi
penciptaan
- Media
penyampai isi berupa bahasa
- Elemen-elemen
fiksional atau unsur-unsur intrinsik
yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu
wacana.
Pada sisi lain, dalam rangka memaparkan isi tersebut, pengarang akan
memaparkannya lewat penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan lewat
lakuan atau action.
Karya fiksi lebih lanjut
masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel,
novelet, maupun cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu
pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita,
kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri.
Akan tetapi elemen-elemen yang dikandung oleh setiap bentuk karya fiksi maupun
cara pengarang memaparkan isi ceritanya memiliki kesamaan meskipun dalam
unsur-unsur tertentu mengandung perbedaan. Oleh sebab itulah, hasil telaah
suatu roman, misalnya pemahaman atau keterampilan lewat telaah itu, dapat juga
diterapkan baik dalam rangka menelaah novel maupun cerpen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang disampaikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut.
1.
Apa pengertian setting dalam prosa fiksi ?
2.
Apa saja unsur gaya dalam karya fiksi ?
3.
Bagaimana penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi ?
4.
Apa
saja alur dalam prosa fiksi ?
5.
Apa itu sudut pandang ?
6.
Bagaimana tema dalam prosa fiksi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas,maka makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal
sebagai berikut.
1.
pengertian setting dalam prosa fiksi.
2.
unsur gaya dalam karya fiksi.
3.
penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi.
4.
alur dalam prosa fiksi.
5.
sudut pandang .
6. tema dalam prosa fiksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Setting dalam Prosa Fiksi
Dalam cerita fiksi selalu
dilatar belakangi oleh tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Akan tetapi
dalam karya fiksi setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat
fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia juga memiliki fungsi
psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu
menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek
kejiwaan pembacanya.
Setting
adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun
peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Setting yang
mampu menuansakan makna tertentu serta mampu mengajuk emosi pembaca demikian
itulah yang disebut dengan setting yang bersifat psikologis atau metaforis. Leo
Hamalian dan Fredick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan
hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam
lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan
dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat
dalam menanggapi suatu problem tertentu. Perbedaaan antara setting yang
bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis adalah:
1.
Setting
yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat,misalnya pasar, sekolah, dan
lain-lain. Sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan atau
benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta
mampu mengajuk emosi pembaca.
2.
Setting
fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting
psikologis dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu
lingkungan masyarakat tertentu.
3.
Memahami
setting fisikal cukup melihat dari apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap
setting yang bersifat psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran.
4.
Terdapat
saling pengaruh dan ketumpangtindihan antara setting fisikal dan setting
psikologis.
Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan,
perwatakan, suasana cerita, alur atau plot maupun dalam rangka mewujudkan tema
suatu cerita.
2.2 Unsur Gaya dalam Karya Fiksi
Istilah gaya diangkat dari
istilah style yang berasal dari bahasa latin stilus dan mengandung arti
leksikal ‘alat untuk menulis’. Dalam karya sastra istilah gaya bahasa
mengandung pengertian cara seseorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan
menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna
dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Hubungan gaya dengan ekspresi pengarang dan implikasinya
Keanekaragaman gaya itu akan berpengaruh dalam penggambaran makna ataupun
suasana penuturnya. Setiap pengarang selalu memiliki gaya sendiri-sendiri yang
berbeda antara yang satu dengan lainnya. Bahkan meskipun berangkat dari gagasan
yang sama, bentuk penyampaiannya senantiasa berbeda. Hal demikian, dalam cipta
sastra diistilahkan dengan individuasi, yakni keunikan dan kekhasan seorang
pengarang dalam penciptaan yang tidak pernah sama antara yang satu dengan lainnya.
2.3 Penokohan dan Perwatakan dalam Prosa Fiksi
Pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan. Boulton
mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu
dapat berbagai macam. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu
cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang
memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani,
mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.
Tokoh dalam cerita seperti
halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita, selalu memiliki
watak-watak tertentu. Sehubungan dengan watak ini tentunya anda telah mengetahui
apa yang disebut dengan pelaku yang protagonis, yaitu pelaku yang memiliki
watak yang baik sehingga disenangi pembaca, dan pelaku antagonis, yakni pelaku
yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa
yang didambakan oleh pembaca. Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat
menelusurinya lewat:
a
Tuturan
pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
b
Gambaran
yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya
berpakaian.
c
Menunjukkan
bagaimana perilakunya.
d
Melihat
bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
e
Memahami
bagaimana jalan pikirannya.
f
Melihat
bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.
g
Melihat
bagaimana tokoh lain berbincang denganya.
h
Melihat
bagaimana tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
i
Melihat
bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku
protagonis, dan pelaku yang antagonis, juga terdapat sejumlah ragam pelaku yang
lain yaitu;
- Simple character
Pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah.
Pemunculannya hanya di hadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak
banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang kompleks.
- Complex character
Pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan. Selain itu complex
character juga ditandai dengan munculnya pelaku yang memiliki obsesi batin yang
cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan yang
kompleks pula.
- Pelaku dinamis
Pelaku yang memiliki perubahan dan pengembangan batin dalam keseluruhan
penampilannya. Ragam pelaku dinamis tersebut pada dasarnya juga disesuaikan
dengan hakikat keberadaan manusia itu sendiri yang senantiasa mengalami
perubahan dan perkembangan.
- Pelaku statis
Pelaku yang tidak menunjukkkan adanya perubahan atau perkembangan sejak
pelaku itu muncul hingga cerita berakhir.
2.4 Alur dalam Prosa Fiksi
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini samadengan istilah
plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa
terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Montage dan henshaw
menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu peristiwa dapat tersusun
dalam:
1)
Tahapan
exposition, yakni tahapan awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya
peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.
2)
Tahap
inciting force yakni tahapan ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku
yang bertentangan dari pelaku.
3)
Rising
action yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.
4)
Crisis,
situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh
pengarangnya.
5)
Climaks,
situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para
pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.
6)
Falling
action dimana kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita
sudah mulai mereda sampai menuju
7)
conclusion
atau penyelesaian cerita.
Tahapan plot berdasarkan pemikiran Loban dkk.
Suatu cerita tidak mustahil hanya mengandung unsur
tahapan tertentu saja dari sekian banyak tahapan yang ada. Sebab itulah dalam
penjelasannya yang lain, Loban tidak menutup kemungkinan adanya cerita-cerita
fiksi yang mengandung tahapan plot yang berbeda dengan tahapan plot diatas.
Pemahaman Plot dalam Prosa Fiksi
Bagi pengarang plot dapat diibaratkan sebagai suatu
kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi
ceritanya. Sedangkan bagi pembaca, pemahaman plot berarti juga pemahaman
terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan jelas. Tahapan plot dibentuk
oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh
pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan
selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah lewat pemahaman plot,
pembaca sekaligus dapat juga berusaha memahami penokohan, perwatakan, maupun
setting.
Kegiatan pemahaman plot secara teknis diawali dengan
kegiatan membaca teks atau cerpen itu secara keseluruhan. Sambil membaca,
penelaah juga menafsirkan pokok pemikiran setiap paragraf atau satuan dialog
yang terdapat dalam cerpen itu dapat dimasukkan dalam tahapan apa. Sehubungan
dengan upaya memahami plot, dalam rangka membaca cerita pembaca tentu saja
harus berusaha dengan baik memahami komentar pengarang, lakuan atau action para
pelaku, serta dialog dan monolog para pelaku itu sendiri. kegiatan pemahaman
itu selain bersifat reseptif, juga harus asosiatif, yakni pembaca harus mampu
membayangkan kira-kira sesuatu yang saya pahami ini termasuk dalam tahapan plot
yang mana.
2.5 Sudut Pandang
Titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para
pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa diistilahkan
dengan point of view atau titik kisah meliputi:
- Narrator omniscient
Narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Karena
pelaku juga adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang
serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku
lainnya, baik secara fisikal maupun psikologis.
- Narrator observer
Sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam
batas tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.
- Narrator observer omniscient
Penutur yang serba tahu meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam
hal itu juga merupakan pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah
masih juga menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
- Narrator the third person omniscient
Sebagai pelaku ketiga pengarang masih mungkin menyebutkan namanya sendiri,
saya, atau aku. Sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat secara langsung dalam
keseluruhan satuan dan jalinan cerita, pengarang dalam hal ini masih merupakan
juga sebagai penutur yang serba tahu tentang ciri-ciri fisikal, psikologis,
maupun kemungkinan kadar nasib yang nanti dialami oleh para pelaku.
2.6 Tema dalam Prosa Fiksi
Istilah
tema menurut Scharbach berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat
meletakkan suatu perangkat’. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita
sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya
fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan
sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara baru dapat memahami
tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi
media pemapar tema tersebut.
Brooks mengungkapkan bahwa dalam mengapresiasi tema suatu
cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya
merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan
masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Dalam uapaya
pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut secara
cermat:
1)
Memahami setting dalam prosa fiksi yang
dibaca.
2)
Memahami penokohan dan perwatakan para
pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
3)
Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran
serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
4)
Memahami plot atau alur cerita dalam
prosa fiksi yang dibaca.
5)
Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang
satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang
terpapar dalam suatu cerita.
6)
Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok
pikiran yang ditampilkan.
7)
Mengidentifikasi tujuan pengarang
memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran yang
ditampilkannya.
8)
Menafsirkan tema dalam cerita yang
dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan
ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam cerita fiksi selalu dilatar belakangi oleh tempat,
waktu, maupunsituasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi setting bukan
hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita
menjadi logis. Ia juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu
menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu
yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
Pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan.
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh
para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini samadengan istilah
plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa
terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam.
Titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para
pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa diistilahkan
dengan point of view atau titik kisah. Tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan
sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara baru dapat memahami
tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi
media pemapar tema tersebut.
3.2 Saran
a.
Makalah ini merupakan resume dari
sumber, untuk lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber
aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
b.
Kritik dan saran yang membangun tentunya
sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
RUJUKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar