Kamis, 03 April 2014

makalah struktur narasi

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, tak lupa pula ucapan terimakasih kepada pembimbing mata kuliah kajian prosa fiksi Dr Gatot Sarmidi, M.Pd yang telah mengarahkan penyusunan makalah ini. Walaupun demikian makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan baik isi, atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan judul “Struktur Narasi” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti tentang pengertian setting dalam prosa fiksi, unsur gaya dalam karya fiksi dan penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi.
Makalah ini juga sangat bermanfaat bagi pembaca dan penulis karena dengan membaca makalah ini pembaca dan penulis mengetahui alur dalam prosa fiksi, sudut pandang dan tema dalam prosa fiksi.

Malang, 18 Maret 2014

          Penulis  







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................1
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian setting dalam prosa fiksi .............................................................................5
2.2 Unsur gaya dalam karya fiksi .......................................................................................6
2.3 Penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi ..............................................................6
2.4 Alur dalam prosa fiksi ...................................................................................................8
2.5 Sudut pandang .............................................................................................................10
2.6 Tema dalam prosa fiksi ...............................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................12
3.2 Saran ...........................................................................................................................12
RUJUKAN ....................................................................................................................................13




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Istilah prosa fiksi atau cukup disebut karya fiksi, biasa juga diistilahkan dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita ber-plot. Pengertian prosa fiksi tersebut adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Sebagai salah satu genre sasra, karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi :
  • Pengarang atau narrator
  • Isi penciptaan
  • Media penyampai isi berupa bahasa
  • Elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik  yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana.
Pada sisi lain, dalam rangka memaparkan isi tersebut, pengarang akan memaparkannya lewat penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan lewat lakuan atau action.
            Karya fiksi lebih lanjut masih dapat dibedakan dalam berbagai macam bentuk, baik itu roman, novel, novelet, maupun cerpen. Perbedaan berbagai macam bentuk dalam karya fiksi itu pada dasarnya hanya terletak pada kadar panjang-pendeknya isi cerita, kompleksitas isi cerita, serta jumlah pelaku yang mendukung cerita itu sendiri. Akan tetapi elemen-elemen yang dikandung oleh setiap bentuk karya fiksi maupun cara pengarang memaparkan isi ceritanya memiliki kesamaan meskipun dalam unsur-unsur tertentu mengandung perbedaan. Oleh sebab itulah, hasil telaah suatu roman, misalnya pemahaman atau keterampilan lewat telaah itu, dapat juga diterapkan baik dalam rangka menelaah novel maupun cerpen.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa pengertian setting dalam prosa fiksi ?
2.      Apa saja unsur gaya dalam karya fiksi ?
3.      Bagaimana penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi ?
4.      Apa saja alur dalam prosa fiksi ?
5.      Apa itu sudut pandang ?
6.      Bagaimana tema dalam prosa fiksi ?

1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut.
1.      pengertian setting dalam prosa fiksi.
2.      unsur gaya dalam karya fiksi.
3.      penokohan dan perwatakan dalam prosa fiksi.
4.      alur dalam prosa fiksi.
5.      sudut pandang .
6.      tema dalam prosa fiksi.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Setting dalam Prosa Fiksi
            Dalam cerita fiksi selalu dilatar belakangi oleh tempat, waktu, maupun situasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
            Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Setting yang mampu menuansakan makna tertentu serta mampu mengajuk emosi pembaca demikian itulah yang disebut dengan setting yang bersifat psikologis atau metaforis. Leo Hamalian dan Fredick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problem tertentu. Perbedaaan antara setting yang bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis adalah:
1.      Setting yang bersifat fisikal berhubungan dengan tempat,misalnya pasar, sekolah, dan lain-lain. Sedangkan setting psikologis adalah setting berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang mampu menuansakan suatu makna serta mampu mengajuk emosi pembaca.
2.      Setting fisikal hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik, sedangkan setting psikologis dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu.
3.      Memahami setting fisikal cukup melihat dari apa yang tersurat, sedangkan pemahaman terhadap setting yang bersifat psikologis membutuhkan adanya penghayatan dan penafsiran.
4.      Terdapat saling pengaruh dan ketumpangtindihan antara setting fisikal dan setting psikologis.
Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan, perwatakan, suasana cerita, alur atau plot maupun dalam rangka mewujudkan tema suatu cerita.                      
2.2 Unsur Gaya dalam Karya Fiksi
            Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa latin stilus dan mengandung arti leksikal ‘alat untuk menulis’. Dalam karya sastra istilah gaya bahasa mengandung pengertian cara seseorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
Hubungan gaya dengan ekspresi pengarang dan implikasinya
Keanekaragaman gaya itu akan berpengaruh dalam penggambaran makna ataupun suasana penuturnya. Setiap pengarang selalu memiliki gaya sendiri-sendiri yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Bahkan meskipun berangkat dari gagasan yang sama, bentuk penyampaiannya senantiasa berbeda. Hal demikian, dalam cipta sastra diistilahkan dengan individuasi, yakni keunikan dan kekhasan seorang pengarang dalam penciptaan yang tidak pernah sama antara yang satu dengan lainnya.

2.3 Penokohan dan Perwatakan dalam Prosa Fiksi
            Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan. Boulton mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.
            Tokoh dalam cerita seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Sehubungan dengan watak ini tentunya anda telah mengetahui apa yang disebut dengan pelaku yang protagonis, yaitu pelaku yang memiliki watak yang baik sehingga disenangi pembaca, dan pelaku antagonis, yakni pelaku yang tidak disenangi pembaca karena memiliki watak yang tidak sesuai dengan apa yang didambakan oleh pembaca. Dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelusurinya lewat:
         a            Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
        b            Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian.
         c            Menunjukkan bagaimana perilakunya.
        d            Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.
         e            Memahami bagaimana jalan pikirannya.
         f            Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya.
        g            Melihat bagaimana tokoh lain berbincang denganya.
        h            Melihat bagaimana tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
          i            Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
Selain terdapat pelaku utama, pelaku tambahan, pelaku protagonis, dan pelaku yang antagonis, juga terdapat sejumlah ragam pelaku yang lain yaitu;
  1. Simple character
Pelaku itu tidak banyak menunjukkan adanya kompleksitas masalah. Pemunculannya hanya di hadapkan pada satu permasalahan tertentu yang tidak banyak menimbulkan adanya obsesi-obsesi batin yang kompleks.


  1. Complex character
Pelaku yang pemunculannya banyak dibebani permasalahan. Selain itu complex character juga ditandai dengan munculnya pelaku yang memiliki obsesi batin yang cukup kompleks sehingga kehadirannya banyak memberikan gambaran perwatakan yang kompleks pula.
  1. Pelaku dinamis
Pelaku yang memiliki perubahan dan pengembangan batin dalam keseluruhan penampilannya. Ragam pelaku dinamis tersebut pada dasarnya juga disesuaikan dengan hakikat keberadaan manusia itu sendiri yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan.
  1. Pelaku statis
Pelaku yang tidak menunjukkkan adanya perubahan atau perkembangan sejak pelaku itu muncul hingga cerita berakhir.

2.4 Alur dalam Prosa Fiksi
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini samadengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam. Montage dan henshaw menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu peristiwa dapat tersusun dalam:
1)      Tahapan exposition, yakni tahapan awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.
2)      Tahap inciting force yakni tahapan ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.
3)      Rising action yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.
4)      Crisis, situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.
5)      Climaks, situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.
6)      Falling action dimana kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju
7)      conclusion atau penyelesaian cerita.
Tahapan plot berdasarkan pemikiran Loban dkk.
Suatu cerita tidak mustahil hanya mengandung unsur tahapan tertentu saja dari sekian banyak tahapan yang ada. Sebab itulah dalam penjelasannya yang lain, Loban tidak menutup kemungkinan adanya cerita-cerita fiksi yang mengandung tahapan plot yang berbeda dengan tahapan plot diatas.
Pemahaman Plot dalam Prosa Fiksi
Bagi pengarang plot dapat diibaratkan sebagai suatu kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi ceritanya. Sedangkan bagi pembaca, pemahaman plot berarti juga pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan jelas. Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah lewat pemahaman plot, pembaca sekaligus dapat juga berusaha memahami penokohan, perwatakan, maupun setting.
Kegiatan pemahaman plot secara teknis diawali dengan kegiatan membaca teks atau cerpen itu secara keseluruhan. Sambil membaca, penelaah juga menafsirkan pokok pemikiran setiap paragraf atau satuan dialog yang terdapat dalam cerpen itu dapat dimasukkan dalam tahapan apa. Sehubungan dengan upaya memahami plot, dalam rangka membaca cerita pembaca tentu saja harus berusaha dengan baik memahami komentar pengarang, lakuan atau action para pelaku, serta dialog dan monolog para pelaku itu sendiri. kegiatan pemahaman itu selain bersifat reseptif, juga harus asosiatif, yakni pembaca harus mampu membayangkan kira-kira sesuatu yang saya pahami ini termasuk dalam tahapan plot yang mana.

2.5 Sudut Pandang
Titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah meliputi:
  1. Narrator omniscient
Narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Karena pelaku juga adalah pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya, baik secara fisikal maupun psikologis.
  1. Narrator observer
Sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku.
  1. Narrator observer omniscient
Penutur yang serba tahu meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal itu juga merupakan pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah masih juga menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
  1. Narrator the third person omniscient
Sebagai pelaku ketiga pengarang masih mungkin menyebutkan namanya sendiri, saya, atau aku. Sebagai pelaku ketiga yang tidak terlibat secara langsung dalam keseluruhan satuan dan jalinan cerita, pengarang dalam hal ini masih merupakan juga sebagai penutur yang serba tahu tentang ciri-ciri fisikal, psikologis, maupun kemungkinan kadar nasib yang nanti dialami oleh para pelaku.


2.6 Tema dalam Prosa Fiksi
Istilah tema menurut Scharbach berasal dari bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus  memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.
            Brooks mengungkapkan bahwa dalam mengapresiasi tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Dalam uapaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut secara cermat:
1)      Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.
2)      Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
3)      Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
4)      Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
5)      Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
6)      Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkan.
7)      Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran yang ditampilkannya.
8)      Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam cerita fiksi selalu dilatar belakangi oleh tempat, waktu, maupunsituasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.
            Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan. Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Istilah alur dalam hal ini samadengan istilah plot maupun struktur cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam.
Titik pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Titik pandang atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Seorang pengarang harus  memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.
3.2 Saran
a.         Makalah ini merupakan resume dari sumber, untuk lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
b.        Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.



RUJUKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar