PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bunyi-bunyi bahasa
ketika diucapkan ada yang bisa di segmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau di
pisah-pisahkan, misalnya semua bunyi vokoid dan kontoid. Bunyi-bunyi yang bisa
disegmentasikan ini disebut bunyi segmental. Tetapi ada juga yang tidak bisa di
segmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menindih, atau
menemani bunyi segmental (baik vokoid maupun kontoid). Oleh karena sifatnya
yang demikian, bunyi itu disebut bunyi suprasegmental, alih-alih disebut bunyi
nonsegmental. Salah satunya adalah silaba ini atau biasa disebut suku kata.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan
di atas, maka
dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1 Apa pengertian Silaba ?
2 Jelaskan Teori Tentang Silaba ?
3
Apa yang dimaksud dengan Sonoritas ?
4
Apa saja Macam-macam
Silaba ?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka makalah ini disusun untuk
mengetahui :
1. pengertian Silaba
2. Teori Tentang Silaba
3. Sonoritas
4. Macam-macam
Silaba
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Silaba (suku kata)
Silaba adalah satuan
ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran yang
mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Satu silaba biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal
dan satu konsonan atau lebih. (Abdul Chaer ,
2002:123).
Silaba
atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitanya dengan sistem
penulisan. Sebelum alfabet lahir, sistem penulisan didasarkan atas suku kata
ini, yang disebut tulisan silabari. Walaupun suku kata ini sudah
didasari oleh penutur, tetapi dalam praktiknya sering terjadi kesimpangsiuran,
terutama ketika dihadapkan pada penulisan. Hal ini karena adanya perbedaan
orientasi tentang suku kata ini.
2.2 Teori Tentang Silaba
Untuk memahami tentang silaba, para linguis
atau fonetisi berdasarkan pada dua teori, yaitu : teori sonoritas dan teori
prominans.
1. Teori Sonoritas
Teori sonoritas menjelaskan bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang
diucapkan oleh penutur selalu terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas)
diantara bunyi-bunyi yang diucapkan. Puncak kenyaringan ini ditandai dengan
denyutan dada yang menyebabkan paru-paru mendorong udara keluar. Satuan
kenyaringan bunyi yang diikuti dengan satuan denyut dada yang menyebabkan udara
keluar dari paru-paru inilah yang disebut satuan silaba atau suku
kata.
misalnya,
ucapan kata bahasa Indonesia [mәndaki ] terdiri atas tiga puncak kenyaringan
yang ditandai dengan tiga denyutan dada ketika kata itu diucapkan. Puncak
kenyaringan itu adalah [ә] pada [mәn], [a] pada [da], dan [i] pada [ki]. Dengan demikian,
kata [mәndaki] mempunyai tiga suku kata. Suku kata pertama berupa bunyi sonor
[ә] yang didahului kontoid [m] dan diikuti kontoid [n]; suku kata kedua berupa
bunyi sonor [a] yang didahului kontoid
[d]; dan suku kata ketiga berupa bunyi sonor [i] yang didahului kontoid [k].
2. Teori Prominans
Teori
prominans
menitikberatkan pada gabungan sonoritas dan ciri-ciri
suprasegmental, terutama jeda (juncture).
Ketika rangkaian bunyi itu diucapkan, selain terdengar satuan kenyaringan
bunyi, juga terasa adanya jeda diantaranya, yaitu kesenyapan sebelum dan
sesudah puncak kenyaringan. Atas anjuran teori ini, batas diantara bunyi-bunyi
puncak itu diberi tanda tambah [+].
Jadi, kata [mendaki] ditranskripsikan menjadi [mәn+da+ki]. Ini berarti, kata
tersebut terdiri atas tiga suku kata. Dan dari sinilah
silabisasi bisa diterapkan secara fonetis.
2.3 Sonoritas
Sonoritas ( tingkat kenyaringan bunyi ) ialah satu gejala rekaman yang dapat ditangkap secara Audial
( pendengaran ) dan sebagian kecil bersifat intuitif. Berdasarkan
teori sonoritas dan teori prominans diketahui bahwa sebagian besar struktur
suku kata terdiri atas satu bunyi sonor yang berupa vokoid, baik tidak didahului dan diikuti kontoid, didahului dan
diikuti kontoid, didahului kontoid saja, atau diikuti oleh kontoid saja.
Pernyataan itu bisa dirumuskan sebagai berikut:
Rumus ini bisa dibaca: vokal merupakan unsur yang harus ada pada setiap suku kata, sedangkan konsonan merupakan unsur manasuka. Secara fonotaktik, bunyi puncak sonoritas
suku kata yang biasanya berupa vokoid disebut nuklus (neucleus, N), kontoid yang mendahului nuklus disebut koda (coda, K). Dengan demikian, kalau rumusan itu dijabarkan akan menjadi
struktur suku kata dan struktur fonotaktik dengan kemungkinan-kemungkinan
berikut.
|
|
Contoh
|
V
|
N
|
[a] pada [a+ku]
|
KV
|
ON
|
[si] pada [si+ku]
|
VK
|
NK
|
[em] pada [em+ber]
|
KVK
|
ONK
|
[tam] pada [tam+pa?]
|
KKV
|
OON
|
[pro] pada [pro+tes]
|
KKVK
|
OONK
|
[prak’] pada [prak’+tis]
|
KKVKK
|
OONKK
|
[pleks] pada [kOm+pleks]
|
VKK
|
NKK
|
[eks] pada [eks+pOr]
|
KVKK
|
ONKK
|
[seks] pada [seks]
|
KKKV
|
OOON
|
[stra] pada [stra+tә+gi]
|
KKKVK
|
OOONK
|
[struk’] pada [sruk’+tur]
|
2.4 Macam-macam Silaba
Dalam prakteknya lebih lanjut, persoalaan
penyukuan atau silabisasi bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) silabisasi
fonetis, (2) silabisasi fonemis, dan (3) silabisasi morfologis.
1.
Silabisasi fonetis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada realitas
pengucapan yang ditandai oleh satuan hembusan nafas dan satuan bunyi sonor.
2.
Silabisasi fonemis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada struktur
fonem bahasa yang bersangkutan.
3.
Sedangkan silabisasi morfologis adalah penyukuan kata yang memperhatikan
proses morfologis ketika kata itu dibentuk.
Sebagai perbandingan, perhatikan hasil silabisasi secara fonetis,
silabisasi secara fonemis, dan silabisasi secara morfologis pada kata-kata
bahasa Indonesia berikut.
|
|
|
|
Peruntukan
|
[pә+run+tu+’an]
|
/pә+run+tu+
|
/per+un+tuk+an/
|
Mengajar
|
[mә+ha+ajar]
|
/mә+ha+jar/
|
/meng+a+jar/
|
Penguatan
|
[pә+hu+wa+tan]
|
/pә+hu+a+tan/
|
/pe+ngu+at+an/
|
Konsentrasi
|
[kOn+sen+tra+si]
|
/kon+sen+tra+si/
|
/kon+sen+tra+si/
|
Kebimbangan
|
[kә+bim+ba+han]
|
/kә+bim+ba+han/
|
[ke+bim+bang+an]
|
Berkaitan
dengan penyukuan kata ini, sering dijumpai sebuah bunyi yang ketika diucapkan
dalam arus ujaran terdengar sebagai koda dan sebagai onset sekaligus. Kata ilustrasi, misalnya, yang diucapkan [ilustrasi], kalau disukukan berdasarkan syarat
sonoritas dan prominans terdiri atas empat suku kata, [i+lus+stra+si]. Dari
hasil penyukuan tersebut terlihat bahwa bunyi [s] selain sebagai koda ( bunyi akhir / penutup pada sebuah bentuk
) pada suku
kedua [lus] juga sebagai onset ( bunyi awal sebuah bentuk ) pada suku ketiga
[stra]. Bunyi yang menduduki posisi mendua ini oleh Charles F.
Hockett disebut interlude.
Untuk
kepentingan fonotaktik, fenomena interlude ini perlu disikapi dengan jelas,
sebab bunyi tersebut pada dasarnya hanyalah satu bunyi, bukan dua bunyi. Dengan
demikian, posisinya pun harus jelas: sebagai koda atau sebagai onset. Untuk
itu, perlu ditambahkan persyaratan lain, yaitu paralelisme. Dengan syarat paralelisme ini akan diketahui mana yang
lebih banyak distribusi bunyi [s] yang berposisi sebagai koda dan yang
berposisi sebagai onset. Dari hasil pengamatan ternyata distribusi bunyi [s]
yang berposisi sebagai koda lebih banyak dari pada yang berposisi sebagai
[onset] dalam kluster [str]. Oleh karena itu, dengan memperhatikan paralelisme
tersebut, penyukuan [ilustrasi] adalah [i+lus+tra+si].
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a. Silaba adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan
bunyi ujaran yang mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah
vokal.
b. Untuk memahami tentang silaba, para linguis
atau fonetisi berdasarkan pada dua teori, yaitu : teori sonoritas dan teori
prominans.
c. Berdasarkan teori sonoritas dan teori prominans diketahui bahwa
sebagian besar struktur suku kata terdiri atas satu bunyi sonor yang berupa vokoid, baik tidak didahului dan diikuti
kontoid, didahului dan diikuti kontoid, didahului kontoid saja, atau diikuti
oleh kontoid saja.
d. Dalam prakteknya lebih lanjut, persoalaan
penyukuan atau silabisasi bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) silabisasi
fonetis, (2) silabisasi fonemis, dan (3) silabisasi morfologis.
3.2
Saran
a.
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk
lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang
tercantum dalam daftar pustaka.
b.
Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat
diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Muslich,
Masnur. 2012. Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta:
Bumi
Aksara.
http://komba2008.blogspot.com/2009/11/fonologi.html/ Diunduh pada tanggal 14
November
2013 pada pukul 21.19 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar