Kamis, 03 April 2014

makalah silaba

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada yang bisa di segmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau di pisah-pisahkan, misalnya semua bunyi vokoid dan kontoid. Bunyi-bunyi yang bisa disegmentasikan ini disebut bunyi segmental. Tetapi ada juga yang tidak bisa di segmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menindih, atau menemani bunyi segmental (baik vokoid maupun kontoid). Oleh karena sifatnya yang demikian, bunyi itu disebut bunyi suprasegmental, alih-alih disebut bunyi nonsegmental. Salah satunya adalah silaba ini atau biasa disebut suku kata.

1.2            Rumusan Masalah
   Berdasarkan latar belakang yang disampaikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1      Apa pengertian Silaba ?
2      Jelaskan Teori Tentang Silaba ?
3      Apa yang dimaksud dengan Sonoritas ?
4      Apa saja Macam-macam Silaba ?

1.3            Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka makalah ini disusun untuk mengetahui :
1.    pengertian Silaba
2.    Teori Tentang Silaba
3.    Sonoritas
4.    Macam-macam Silaba



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Silaba (suku kata)
Silaba adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran yang mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Satu silaba biasanya meliputi satu vokal, atau satu vokal dan satu konsonan atau lebih. (Abdul Chaer, 2002:123).
Silaba atau suku kata sudah lama dikenal, terutama dalam kaitanya dengan sistem penulisan. Sebelum alfabet lahir, sistem penulisan didasarkan atas suku kata ini, yang disebut tulisan silabari. Walaupun suku kata ini sudah didasari oleh penutur, tetapi dalam praktiknya sering terjadi kesimpangsiuran, terutama ketika dihadapkan pada penulisan. Hal ini karena adanya perbedaan orientasi tentang suku kata ini.

2.2 Teori Tentang Silaba
Untuk memahami tentang silaba, para linguis atau fonetisi berdasarkan pada dua teori, yaitu : teori sonoritas dan teori prominans.
1. Teori Sonoritas
Teori sonoritas menjelaskan bahwa suatu rangkaian bunyi bahasa yang diucapkan oleh penutur selalu terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) diantara bunyi-bunyi yang diucapkan. Puncak kenyaringan ini ditandai dengan denyutan dada yang menyebabkan paru-paru mendorong udara keluar. Satuan kenyaringan bunyi yang diikuti dengan satuan denyut dada yang menyebabkan udara keluar dari paru-paru inilah yang disebut satuan silaba atau suku kata.
misalnya, ucapan kata bahasa Indonesia [mәndaki ] terdiri atas tiga puncak kenyaringan yang ditandai dengan tiga denyutan dada ketika kata itu diucapkan. Puncak kenyaringan itu adalah [ә] pada [mәn], [a] pada [da], dan [i] pada [ki]. Dengan demikian, kata [mәndaki] mempunyai tiga suku kata. Suku kata pertama berupa bunyi sonor [ә] yang didahului kontoid [m] dan diikuti kontoid [n]; suku kata kedua berupa bunyi sonor [a]  yang didahului kontoid [d]; dan suku kata ketiga berupa bunyi sonor [i] yang didahului kontoid [k].
2. Teori Prominans
Teori prominans menitikberatkan pada gabungan sonoritas dan ciri-ciri suprasegmental, terutama jeda (juncture). Ketika rangkaian bunyi itu diucapkan, selain terdengar satuan kenyaringan bunyi, juga terasa adanya jeda diantaranya, yaitu kesenyapan sebelum dan sesudah puncak kenyaringan. Atas anjuran teori ini, batas diantara bunyi-bunyi puncak itu diberi tanda  tambah [+]. Jadi, kata [mendaki] ditranskripsikan menjadi [mәn+da+ki]. Ini berarti, kata tersebut terdiri atas tiga suku kata. Dan dari sinilah silabisasi bisa diterapkan secara fonetis.
2.3 Sonoritas
Sonoritas ( tingkat kenyaringan bunyi ) ialah satu gejala rekaman yang dapat ditangkap secara Audial ( pendengaran ) dan sebagian kecil bersifat intuitif.  Berdasarkan teori sonoritas dan teori prominans diketahui bahwa sebagian besar struktur suku kata terdiri atas satu bunyi sonor yang berupa vokoid, baik tidak didahului dan diikuti kontoid, didahului dan diikuti kontoid, didahului kontoid saja, atau diikuti oleh kontoid saja. Pernyataan itu bisa dirumuskan sebagai berikut:
Description: H:\RUMUS.jpg
 Rumus ini bisa dibaca: vokal merupakan unsur yang harus ada pada setiap suku kata, sedangkan konsonan merupakan unsur manasuka. Secara fonotaktik, bunyi puncak sonoritas suku kata yang biasanya berupa vokoid disebut nuklus (neucleus, N), kontoid yang mendahului nuklus disebut koda (coda, K). Dengan demikian, kalau rumusan itu dijabarkan akan menjadi struktur suku kata dan struktur fonotaktik dengan kemungkinan-kemungkinan berikut.
Struktur Suku Kata

Struktur Fonotaktik
Contoh
V
N
[a] pada [a+ku]
KV
ON
[si] pada [si+ku]
VK
NK
[em] pada [em+ber]
KVK
ONK
[tam] pada [tam+pa?]
KKV
OON
[pro] pada [pro+tes]
KKVK
OONK
[prak’] pada [prak’+tis]
KKVKK
OONKK
[pleks] pada [kOm+pleks]
VKK
NKK
[eks] pada [eks+pOr]
KVKK
ONKK
[seks] pada [seks]
KKKV
OOON
[stra] pada [stra+tә+gi]
KKKVK
OOONK
[struk’] pada [sruk’+tur]

2.4 Macam-macam Silaba
Dalam prakteknya lebih lanjut, persoalaan penyukuan atau silabisasi bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) silabisasi fonetis, (2) silabisasi fonemis, dan (3) silabisasi morfologis.
1.      Silabisasi fonetis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada realitas pengucapan yang ditandai oleh satuan hembusan nafas dan satuan bunyi sonor.
2.      Silabisasi fonemis adalah penyukuan kata yang didasarkan pada struktur fonem bahasa yang bersangkutan.
3.      Sedangkan silabisasi morfologis adalah penyukuan kata yang memperhatikan proses morfologis ketika kata itu dibentuk.

Sebagai perbandingan, perhatikan hasil silabisasi secara fonetis, silabisasi secara fonemis, dan silabisasi secara morfologis pada kata-kata bahasa Indonesia berikut.
Contoh Kata
Silabisasi Fonetis
Silabisasi Fonemis
Silabisasi Morfologi
Peruntukan
[pә+run+tu+’an]
/pә+run+tu+kan/
/per+un+tuk+an/
Mengajar
[mә+ha+ajar]
/mә+ha+jar/
/meng+a+jar/
Penguatan
[pә+hu+wa+tan]
/pә+hu+a+tan/
/pe+ngu+at+an/
Konsentrasi
[kOn+sen+tra+si]
/kon+sen+tra+si/
/kon+sen+tra+si/
Kebimbangan
[kә+bim+ba+han]
/kә+bim+ba+han/
[ke+bim+bang+an]

            Berkaitan dengan penyukuan kata ini, sering dijumpai sebuah bunyi yang ketika diucapkan dalam arus ujaran terdengar sebagai koda dan sebagai onset sekaligus. Kata ilustrasi, misalnya, yang diucapkan [ilustrasi], kalau disukukan berdasarkan syarat sonoritas dan prominans terdiri atas empat suku kata, [i+lus+stra+si]. Dari hasil penyukuan tersebut terlihat bahwa bunyi [s] selain sebagai koda ( bunyi akhir / penutup pada sebuah bentuk )  pada suku kedua [lus] juga sebagai onset ( bunyi awal sebuah bentuk )  pada suku ketiga [stra]. Bunyi yang menduduki posisi mendua ini oleh Charles F. Hockett disebut interlude.
            Untuk kepentingan fonotaktik, fenomena interlude ini perlu disikapi dengan jelas, sebab bunyi tersebut pada dasarnya hanyalah satu bunyi, bukan dua bunyi. Dengan demikian, posisinya pun harus jelas: sebagai koda atau sebagai onset. Untuk itu, perlu ditambahkan persyaratan lain, yaitu paralelisme. Dengan syarat paralelisme ini akan diketahui mana yang lebih banyak distribusi bunyi [s] yang berposisi sebagai koda dan yang berposisi sebagai onset. Dari hasil pengamatan ternyata distribusi bunyi [s] yang berposisi sebagai koda lebih banyak dari pada yang berposisi sebagai [onset] dalam kluster [str]. Oleh karena itu, dengan memperhatikan paralelisme tersebut, penyukuan [ilustrasi] adalah [i+lus+tra+si].















BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
a.       Silaba adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran yang mempunyai puncak kenyaringan yang biasanya jatuh pada sebuah vokal.
b.      Untuk memahami tentang silaba, para linguis atau fonetisi berdasarkan pada dua teori, yaitu : teori sonoritas dan teori prominans.
c.       Berdasarkan teori sonoritas dan teori prominans diketahui bahwa sebagian besar struktur suku kata terdiri atas satu bunyi sonor yang berupa vokoid, baik tidak didahului dan diikuti kontoid, didahului dan diikuti kontoid, didahului kontoid saja, atau diikuti oleh kontoid saja.
d.      Dalam prakteknya lebih lanjut, persoalaan penyukuan atau silabisasi bisa dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) silabisasi fonetis, (2) silabisasi fonemis, dan (3) silabisasi morfologis.

3.2                   Saran
a.         Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
b.         Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.









DAFTAR PUSTAKA

Muslich, Masnur. 2012. Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
http://komba2008.blogspot.com/2009/11/fonologi.html/  Diunduh pada tanggal 14 November

2013 pada pukul 21.19 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar