Selasa, 08 April 2014

analisis cerpen Dualitas karya Ayu Utami

ABSTRAK

            Keanehan sebuah perpustakaan yang bisa menyimpan berbagai makhluk yang sudah mati, tapi tetap memiliki keutuhan fisik. Begitulah kebanyakan anak-anak kecil memikirkannya, dan tak jarang pula sebagai anak kecil mempercayai adanya roh-roh makhluk purba tersebut yang berkeliaran ketika malam sudah tiba.
Sulit juga bagi indira untuk merasakan soal dualitas yang aneh itu. Ayahnya selalu tertarik dualitas. Bagi indira apapun itu mengerikan. Dua hal yang sangat jauh berbeda, tapi tidak pernah dapat dipisahkan. Seperti terdapat pada cerita dua makhluk yang baik dan jahat justru berdampingan melengkapi antara satu dengan lain. Yang pertama adalah yang sangat berbahaya banteng bertubuh manusia, ia sebesar dan sekuat banteng pada jaman dulu. Matanya merah dan menyala, tanduknya lebih tajam dan lebih kuat dari pada tombak pemecah kayu. Yang kedua adalah manusia berkaki kuda, dia liar dan perkasa, perutnya bersekat-sekat, dada dan lengannya berpejal-pejal. Rambutnya ikal, sedikit tampan dan bergaris keras.
Didunia ini semua terdapat dualitas yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan, seperti: hidup-mati, senang-sedih, suka-duka, atas-bawah, depan-belakang, maju-mundur. Begitu juga dalam kehidupan, semua masalah dan semua kebahagiaan pasti terdapat sisi positif dan sisi negatifnya sendiri-sendiri. Dan termasuk manusia, janganlah kita suka membanding-bandingkan antara satu dengan lain, karena tidak ada seorang manusia yang sempurna, mereka memiliki kelebeihan dan kekurangan masing-masing.

PENDAHULUAN

Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan / lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya. Biasanya kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data, meginterprestasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut.
Bogdan dan Taylor  menyatakan bahwa Penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan prilaku orang orang yang diamati. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subjek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Menurut definisi ini penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif sehingga merupakan rinci dari suatu fenomena yang diteliti. Kirk dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif  adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada manusia dalam kawasannya  tersendiri dan berhubungan dengan orang orang tersebut dalam bahasa dan dalam peristilahannya.
Penelitian deskriptif menurut Kenneth D. Bailey adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena secara detil ( untuk menggambarkan apa yang terjadi). Penelitian deskriptif  bermaksud memberikan gambaran suatu gejala sosial tertentu , sudah ada informasi mengenai gejala sosial seperti yang dimaksudkan dalam suatu permasalahan penelitian namun belum memadai . Penelitian deskriptif menjawab pertanyaan apa dengan penjelasan yang lebih terperinci mengenai gejala sosial seperti yang dimaksudkan  dalam suatu permasalahan penelitian yang bersangkutan. Penelitian deskriptif  dilakukan terhadap variable mandiri , yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang  lain.
PEMBAHASAN

Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap lingkungan sosial yang beraada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra sebagai karya fiksi memiliki pemahaman yang lebih mendalam, bukan hanya sekadar cerita khayal atau angan dari pengarang saja, melainkan wujud dari kreativitas pengarang dalam menggali dan mengolah gagasan yang ada dalam pikirannya.
 nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusis melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusis sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai-nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.
Macam-macam Nilai Pendidikan
1.      Nilai Pendidikan Religius
Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keesaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religious bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan.
Berikut  beberapa contoh nilai yang mengingatkan kita pada keberadaannya tuhan dalam cerpen Dualitas karya Ayu Utami. Anak kecil percaya bahwa di gedung kolonial itu ada hantu makhluk purba yang diwetkan. Dari kalimat tersebut dapat di simpulkan bahwa atas kebesaran kekuasaan Tuhan Dia mampu membuat makhluk yang nampak, sekalipun yang kasat mata. Bahkan Tuhan memberikan akal kepada manusia, sekalipun itu anak kecil tapi tidak jarang bisa melihat barang-barang halus yang tidak bisa dilihat oleh sembarang orang. Tanpa mendengar kisah pembunuhan dibalik perwujudan hewan-hewan cantik itupun, anak kecil yang peka tahu bahwa roh-roh makhluk satwa itu tetap menghuni museum. Mereka diam di siang hari. Tapi pada malam hari, setelah gerbang ditutup semua pintu dikunci dan petugas pulang, mereka akan menghidupkan tubuh-tubuh hewan itu kembali.
2.      Nilai Pendidikan Moral
Moral merupakan sesuatu yang igin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupakan moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.
Contoh: Mereka dahulu ditangkap dan dibunuh khusus untuk diawetkan demi ilmu pengetahuan. Mereka dijebak hidup-hidup, lalu leher mereka dipuntir. Demikian agar mereka mati tanpa berdarah dan tanpa rusak permukaan kulitnya. Demi sains. Setelah mati, mereka dikeringkan dan mata mereka diganti dengan kelereng. Pembunuh. Manusia sesungguhnya adalah pembunuh, mereka menjebak dan membunuh makhluk yang tidak berdosa demi kepuasannya atas sains. Padahal makhluk hidup juga punya kehidupan yang hampir sama dengan manusia, mereka berkeluarga, mereka melindungi anaknya dan saling menyayangi satu sama lain.
 Di dalam ruang rahasia itu ada dua bilik berjeruji, seperti kandang di kebun binatang. Masing-masing ditinggali dua yang menakutkan itu. Kata menakutkan berimplikasi pada sifat moral yang tidak baik, jahat dan lain-lainnya. Saking jahatnya mereka di tempatkan di balik jeruji dan pada tempat yang rahasia agar tidak ada orang yang tahu dan sembrono membebaskan mereka. Ia sesungguhnya tidak makan manusia, tidak juga anak kecil. Ia tidak makan daging karena lapar. Ia makan daging karena marah. Ia makan daging manusia ataupun segala yang dipelihara manusia karena ia marah. Dalam kemarahan, manusia pun bisa berbuat yang sangat kejam layaknya orang yang tidak mempunyai hati sekalipun. Kemarahan membuat orang lupa atas apa yang harus ia lakukan, dan terkadang kemarahan hanya akan membuat masalah semakin tidak bisa terselesaikan.
3.      Nilai Pendidikan Sosial
Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial brupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan (Rosyadi, 1995: 80). Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk dalam nilai sosial. Sejalan dengan tersebut nilai sosial dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku.
Dalam hidup bermasyarakat, kita tidak bisa lepas dengan sifat sosial, seperti kalimat berikut. Lagi pula, apa yang akan terjadi dengan binatang dan kusirnya jika kita tak mau lagi naik delman? Ia ingin sais maupun si kuda terus memiliki martabat seperti yang ia tahu di masa kanak-kanak. Kalimat tersebut menggambarkan kepedulian tehadap sesama. Seorang kusir juga manusia yang membutuhkan makan dan biaya untuk hidupnya sehari-hari. Dan jika dokarnya kalah saing dengan mobil-mobil dan motor yang terasa lebih praktis. Bagaimana dengan nasib mereka yang jernih payah berusaha dengan keras menarik dokar di bawah terik matahari, tak lupa pula sepulang mencari penumpang masih haru mencari rumput untuk makan kudanya.
4.      Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995:74) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nolai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada sutu masyarakat dan kebudayaannya.
Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan.
            Kota ini kini begitu padat. Jalanannya penuh dengan mobil dan angkutan umum yang semua mengeluarkan asap. Ia kasihan pada kuda yang harus bersaing dengan hewan-hewan besi yang pantatnya menyemburkan karbon monoksida dan segala racun. Di zaman yang sudah modern ini keramaian, kemacetan lalu lintas sudah menjadi kebudayaan yang tidak lepas dengan ibu kota besar, disamping hawanya yang panas ditambah dengan berbagai asap kendaraan yang memperparah keadaan sehingga penuh racun dan berbahaya bagi kesehatan.
no
nilai
data
deskripsi
1.
Nilai Religius
Anak kecil percaya bahwa di gedung kolonial itu ada hantu makhluk purba yang diwetkan
Dari kalimat tersebut dapat di simpulkan bahwa atas kebesaran kekuasaan Tuhan Dia mampu membuat makhluk yang nampak, sekalipun yang kasat mata.


Tanpa mendengar kisah pembunuhan dibalik perwujudan hewan-hewan cantik itupun, anak kecil yang peka tahu bahwa roh-roh makhluk satwa itu tetap menghuni museum. Mereka diam di siang hari. Tapi pada malam hari, setelah gerbang ditutup semua pintu dikunci dan petugas pulang, mereka akan menghidupkan tubuh-tubuh hewan itu kembali.
Bahkan Tuhan memberikan akal kepada manusia, sekalipun itu anak kecil tapi tidak jarang bisa melihat barang-barang halus yang tidak bisa dilihat oleh sembarang orang.
2
Nilai Moral
Mereka dahulu ditangkap dan dibunuh khusus untuk diawetkan demi ilmu pengetahuan. Mereka dijebak hidup-hidup, lalu leher mereka dipuntir. Demikian agar mereka mati tanpa berdarah dan tanpa rusak permukaan kulitnya. Demi sains. Setelah mati, mereka dikeringkan dan mata mereka diganti dengan kelereng
Pembunuh. Manusia sesungguhnya adalah pembunuh, mereka menjebak dan membunuh makhluk yang tidak berdosa demi kepuasannya atas sains. Padahal makhluk hidup juga punya kehidupan yang hampir sama dengan manusia, mereka berkeluarga, mereka melindungi anaknya dan saling menyayangi satu sama lain.


Di dalam ruang rahasia itu ada dua bilik berjeruji, seperti kandang di kebun binatang. Masing-masing ditinggali dua yang menakutkan itu
Kata menakutkan berimplikasi pada sifat moral yang tidak baik, jahat dan lain-lainnya. Saking jahatnya mereka di tempatkan di balik jeruji dan pada tempat yang rahasia agar tidak ada orang yang tahu dan sembrono membebaskan mereka.


Ia sesungguhnya tidak makan manusia, tidak juga anak kecil. Ia tidak makan daging karena lapar. Ia makan daging karena marah. Ia makan daging manusia ataupun segala yang dipelihara manusia karena ia marah.
Dalam kemarahan, manusia pun bisa berbuat yang sangat kejam layaknya orang yang tidak mempunyai hati sekalipun. Kemarahan membuat orang lupa atas apa yang harus ia lakukan, dan terkadang kemarahan hanya akan membuat masalah semakin tidak bisa terselesaikan. 
3
Nilai Sosial
Lagi pula, apa yang akan terjadi dengan binatang dan kusirnya jika kita tak mau lagi naik delman? Ia ingin sais maupun si kuda terus memiliki martabat seperti yang ia tahu di masa kanak-kanak.
Kalimat tersebut menggambarkan kepedulian tehadap sesama. Seorang kusir juga manusia yang membutuhkan makan dan biaya untuk hidupnya sehari-hari. Dan jika dokarnya kalah saing dengan mobil-mobil dan motor yang terasa lebih praktis. Bagaimana dengan nasib mereka yang jernih payah berusaha dengan keras menarik dokar di bawah terik matahari, tak lupa pula sepulang mencari penumpang masih haru mencari rumput untuk makan kudanya.
4
Nilai Budaya
Kota ini kini begitu padat. Jalanannya penuh dengan mobil dan angkutan umum yang semua mengeluarkan asap. Ia kasihan pada kuda yang harus bersaing dengan hewan-hewan besi yang pantatnya menyemburkan karbon monoksida dan segala racun.
Di zaman yang sudah modern ini keramaian, kemacetan lalu lintas sudah menjadi kebudayaan yang tidak lepas dengan ibu kota besar, disamping hawanya yang panas ditambah dengan berbagai asap kendaraan yang memperparah keadaan sehingga penuh racun dan berbahaya bagi kesehatan.


PENUTUP

Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerpen Dualistik karya Ayu Utami, berdasarkan hasil analisis terdiri dari empat nilai. Nilai-nilai pendidikan tersebut yaitu:
         a            nilai pendidikan religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan pencipta alam dan seisinya.
        b            Nilai pendidikan moral yaitu suatu nilai yang menjadi ukuran patut tidaknya manusia bergaul dalam kehidupan bermasyarakat.
         c            Nilai pendidikan sosial yaitu suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang.
        d            Nilai pendidikan budaya tingkat yang palig tinggi dan yang paling abstrak dari adat istiadat.


DAFTAR RUJUKAN

pemimpi/ diunduh pada tanggal 07 April 2014 pukul 22.20 WIB
http://ikesuryaning.blogspot.com/cerpendualitas/ diunduh pada tanggal 05 April 2014 pukul
10.15 WIB




Sabtu, 05 April 2014

cerpen dualitas

Oleh: Ayu Utami

Perpustakaan itu terletak tak jauh dari museum zoologi. Tapi, baiklah kita ceritakan dulu tentang museumnya. Anak kecil percaya bahwa di gedung kolonial itu ada hantu makhluk-makhluk purba yang diawetkan. Jika kau berkunjung ke sana pada jam buka, kau akan melihat hewan-hewan yang sekarang tak akan ditemui lagi.

Ada banteng besar, nyaris seukuran gajah, yang masih hidup saat orang-orang putih masih berkuasa di pulau ini. Inilah banteng yang takkan kalah begitu saja melawan harimau. Ah, bukankah anak-anak sekarang pun tak pernah melihat harimau selain yang kurus di kebun binatang maupun yang gemuk tapi jinak di pertunjukan sirkus? Tiada lagi hewan perkasa bahkan di layar televisi. Betapa menyedihkan. Tapi, di museum ini kita bisa melihat mereka di balik kaca terarium. Karena itu, bersyukurlah pada museum ini!

Lihat! Ada babi rusa. Di zaman ini manusia hanya tahu babi atau rusa, dua makhluk yang berbeda. Di museum ini kita bisa melihat babi rusa, satu spesies sendiri. Seperti babi, tetapi bercaling bagai tanduk. Lalu, ada ratusan burung, yang besar maupun kecil. Biasanya mereka jantan dan betina. Bulu mereka begitu indah: segala warna dan kilap. Mereka dahulu ditangkap dan dibunuh khusus untuk diawetkan demi ilmu pengetahuan. Mereka dijebak hidup-hidup, lalu leher mereka dipuntir. Demikian agar mereka mati tanpa berdarah dan tanpa rusak permukaan kulitnya. Demi sains. Setelah mati, mereka dikeringkan dan mata mereka diganti dengan kelereng.

Tanpa mendengar kisah pembunuhan di balik perwujudan hewan-hewan cantik itu pun, anak kecil yang peka tahu bahwa roh-roh makhluk satwa itu tetap menghuni museum. Mereka diam di siang hari. Tapi pada malam hari, setelah gerbang ditutup semua pintu dikunci dan petugas pulang, mereka akan menghidupkan tubuh-tubuh hewan  itu kembali. Yang pernah kau lihat dalam film itu bukan kebohongan. Sebelum jam dua belas malam, mata-mata kaca telah berkedip. Sayap-sayap mulai berkepak. Moncong mulai mendengus. Kaki-kaki menyentak. Begitu serigala krem-kelabu itu melolong, hiduplah semua margasatwa dalam museum zoologi itu.

Ayahnya pernah bekerja di sana. Ya, ayah Indira. Di museum zoologi. Ruang kerjanya ada di dalam gedung dengan pilar-pilar besar, terletak persis di samping Kebun Raya. Kadang-kadang Indira dibawa ayahnya ke sana. Atau hanya pernah? Ah, ia lupa. Pokoknya ia punya kenangan tentang tempat itu. Pintunya kayu besar dan sangat tinggi. Kipas angin, juga besar, berputar pelan, tergantung di langit-langit.

Dinding kaca menakjubkan dengan hewan-hewan fantastis di baliknya. Itu di ruang-ruang dalam. Lalu, di serambi belakang yang terbuka ada yang agak menakutkan: kerangka ikan paus. Betapa raksasa makhluk air itu. Lengkung rusuknya seperti penjara yang bisa menampung sepuluh anak kecil. Kisah Pinokio yang berada di perut ikan itu tidak main-main. Kaki Indira bergidik membayangkan ikan raksasa berenang-renang di dalam air di bawah perahu yang ia tumpangi lalu perahu itu terbalik dan ikan itu menelan dirinya.

“Aku takut,” kata Indira kepada ayahnya.
Tapi, ayahnya malah berkata bahwa itu tidak seberapa. Itu cuma kerangka.
“Ada yang lebih menakutkan!”
“Apa itu?” Indira merapat pada kaki sang ayah.
“Yang paling menakutkan itu adalah yang tidak boleh dilihat.”
Ayahnya berkata dengan suara rendah yang terasa sangat serius, tapi senyumnya tetap menyenangkan.

Indira mencengkeram celana ayahnya, tak mau lepas lagi. Ia mengikuti lelaki itu ke mana pergi. Lalu mereka berhenti di sebuah pintu yang tertutup. Pintu itu ada di bagian agak belakang, mungkin dekat kakus yang baunya bisa terendus. Agak gelap di daerah itu. Tak terlalu besar pintu tersebut, tapi Indira mendapat kesan bahwa daun-daun itu selalu terkunci. Bahkan ventilasi di atasnya ditutup papan. Ada rahasia disimpan dalam ruangan di balik pintu itu.

“Di sinilah ada yang paling menakutkan,” kata Ayah. “Tidak boleh dilihat. Rahasia.”
“Kenapa?”
“Tidak boleh lepas.”
“K… kenapa kalau lepas?”
“Berbahaya!”
“K… kenapa?”
“Ya berbahaya.”
“K… kenapa bahaya?”
“Liar... ganas...”
“G… gigit orang?”
“Ya, gigit orang.”
“D… dimakan?”
“Hmm... bisa juga. Dimakan orangnya. Apalagi kalau anak kecil.”
“Gendong!”
Ayah pun membopong Indira. Indira memeluk leher ayahnya erat-erat. Ayah lalu bercerita. Di dalam ruang rahasia itu ada dua bilik berjeruji, seperti kandang di kebun binatang. Masing-masing ditinggali dua yang menakutkan itu. Dua makhluk. Yang pertama adalah yang sangat berbahaya: banteng bertubuh manusia. Ia sebesar dan sekuat banteng yang dahulu berkelana di padang-padang pulau ini.

Otot-ototnya membuncah. Meski tangannya berjari seperti manusia, kukunya sekuat baja. Lalu, mulai pada bahunya, menjelmalah sesosok kepala banteng yang teramat sangar. Matanya merah dan menyala. Tanduknya lebih tajam lebih kuat daripada tombak pemecah batu. Ia sesungguhnya tidak makan manusia, tidak juga anak kecil. Ia tidak makan daging karena lapar. Ia makan daging karena marah. Ia makan daging manusia ataupun segala yang dipelihara manusia karena ia marah. Kenapa ia marah, kita tak tahu lagi alasannya. (Sesungguhnya, kita tak mau mengakui alasan itu). Minotaurus namanya. Ia mengerikan sekali. Jangan sampai lepas. Ia menempati kerangkeng yang pertama.

Dan dalam bilik berjeruji yang kedua, bersemayam makhluk yang lain. Ia juga berbahaya, tapi sesungguhnya tidak sejahat yang pertama. Ia memiliki tubuh manusia, lelaki yang liat dan perkasa. Perutnya bersekat-sekat. Dada dan lengannya berpejal-pejal. Ia memiliki kepala manusia pula dan rambutnya ikal. Rautnya sungguh tidak buruk. Sebenarnya, wajahnya cukup tampan dan bergaris keras. Tetapi,, ya Tuhan… ia berkaki kuda. Persis di pinggang, setelah pusarnya, ia menjelma seekor kuda.

Bokongnya, atau yang seharusnya adalah bokong, menerus ke belakang sehingga ia bisa ditunggangi seandainya saja ia tidak liar. Ia berkaki empat. Jika lepas, ia akan berlari dan menyepak seperti seratus ekor kuda. Ia akan merebut senjata kunonya --sebuah busur dan panah-- yang disembunyikan petugas museum dalam peti kaca di sebuah ruangan lain. Namanya adalah Sagitarius.
Indira mencoba mendengarkan gaung suara kedua makhluk itu. Tapi ruang itu begitu rapat menyimpan rahasia.

“Hanya Sagitarius yang bisa mengalahkan Minotaurus,” kata Ayah. “Karena itu kita harus menyimpan kedua-duanya.”
Kelak, tatkala sudah besar, Indira tahu sebuah kata: antidot. Antidot adalah racun penawar racun. Antidot biasanya ada bersama atau dekat dengan zat berbisa yang akan dinetralkannya. Demikianlah manusia banteng dan manusia berkaki kuda itu harus berpasangan. Yang kedua mematikan yang pertama. Tetapi, jika ia ada tanpa yang harus dimatikan itu, ia menjelma bahaya. Sebab, ia ada untuk mematikan. Jika yang harus ia matikan tidak ada, maka ia akan mematikan yang ada. Termasuk kau, ataupun anak kecil.

Ah. Sulit bagi Indira untuk merasakan soal dualitas yang aneh itu. Ayahnya selalu tertarik dualitas. Tapi bagi Indira, apa pun itu adalah mengerikan. Ia gelisah menunggui ayahnya mengerjakan entah apa pada meja kayu yang kini terasa misterius. Ada kertas-kertas dan tabel-tabel. Ada buku-buku besar.
“Ayolah Papa, kita ke Kebun Raya!”

Si ayah tersenyum. Beberapa saat kemudian mereka telah berada di dalam Kebun Raya, masuk melalui pintu kecil tersembunyi yang tak diketahui orang. Itu membuat Indira bangga pada ayahnya dan merasa istimewa. Mereka berjalan berdua, bergandengan tangan, melewati jalan setapak yang jarang dilewati para tamu umum. Ayah selalu tahu rute rahasia. Mereka tiba di danau dengan teratai raksasa dan tiba-tiba bisa melihat istana. Jangan khawatir ikan paus tidak hidup di danau air tawar. Lalu mereka menyusuri sepanjang pagar di bawah pohon-pohon besar yang mengeluarkan hawa dingin. Lantas ternyata mereka sampai di taman anggrek.

“Lihat, Nak. Pada sekuntum kembang pun ada dua bagian: bagian jantan dan bagian betina.” Di rumah kaca itu Ayah menunjukkan bagannya: benang sari dan putik sari. Yang satu jantan yang satu betina, dalam sekuntum bunga. Tapi Indira hanya bisa membedakan kelopak dan bagian yang berserbuk, apa namanya? Barangkali mahkota. Apa pun itu, ayahnya suka dualitas.

 “Ada Papa  ada Mama. Dua, bukan?”
Indira mengangguk. Rumah kaca itu menyimpan hangat dari matahari yang mulai beranjak.
“Ada siang ada malam.” Pada siang hari hewan-hewan dalam terarium membisu. Pada malam hari mereka akan hidup kembali. Dua dunia.
“Burung-burung yang diawetkan itu juga jantan dan betina agar tidak kesepian.”
Dan di museum yang sama, tempat Ayah bekerja: ada Minotaurus dan Sagitarius. Apakah mereka jantan dan betina? Tampaknya tidak. Keduanya jantan, sepertinya. Hanya saja mereka merupakan dualitas perihal yang lain, yang tak bisa dipahami Indira.

Kedua ayah-anak itu berjalan kembali, melewati taman kaktus dan hutan pandan, masuk ke bayang-bayang lalu muncul dekat gerbang di mana ada monumen. Dalam bayangan Indira itu adalah sebuah gazebo untuk para peri. Sebuah tempat berteduh dengan atap kubah. Hanya saja, yang ditudungi bukanlah tempat duduk melingkar, melainkan sebuah loh batu dengan kata-kata seperti sebuah sajak.

“Ini monumen untuk istri gubernur jenderal Inggris yang dulu tinggal di istana. Olivia namanya, meninggal di sini.” Ayah tampak membaca baris-baris tulisan itu: “Olivia”.
“Apakah ini kuburan?”
Apakah seorang wanita putih terbaring di bawah bangunan beratap kubah itu? Tidak. Jenazahnya dikuburkan di tempat lain. Ini hanya tugu kenangan. Tugu menghubungkan dua: yang lalu dan yang sekarang. Yang mati dan yang hidup. Tugu mengabadikan yang telah punah. Olivia istri Sir Stamford Raffles meninggal pada bulan Sagitarius, 26 November 1814. Tapi orang tidak menghubungkan zodiak dengan tanggal kematian. Ia lahir 17 Februari 1771. “Jadi bintangnya Aquarius, Nak. Bintangnya di masa hidup.” Adakah bintang di masa mati? Ayahnya sering mengatakan sesuatu yang tak bisa dimengerti anaknya.

Lalu mereka kembali ke museum zoologi lewat pintu rahasia lagi. Kerangka ikan paus, burung-burung jantan-betina, serigala krem-kelabu yang akan melolong nanti malam, sebagai tanda bagi hewan-hewan lain untuk hidup kembali... dan pintu misteri yang menjaga rapat-rapat Minotaurus dan Sagitarius.

Ayah membereskan berkas-berkas. Setelah itu mereka pulang naik delman. Indira suka duduk di samping kusir, memandang ke depan. Sekaligus tak sengaja melihat ekor kuda, yang kadang-kadang menjengat, lantas bokong si kuda mengeluarkan bubur hijau sambil terus berjalan. Tapi kali ini tak bisa tidak ia membayangkan bahwa kuda itu bukan kuda yang biasa. Sebab pada bahu dan punuknya bukanlah leher dan kepala kuda yang bersurai, melainkan sesosok tubuh yang dilihat imajinasinya di museum zoologi. Tubuh lelaki berkepala manusia. Rambutnya ikal. Ia membayangkan bahwa kereta ini ditarik oleh seekor Sagitarius….
***
Perpustakaan itu terletak tak jauh dari museum zoologi. Seperti dua yang selalu berdekatan. Sekalipun waktu telah lewat nyaris dua puluh tahun. Itu sebuah perpustakaan herbarium, salah satu yang tertua di negeri ini. Didirikan oleh orang-orang putih yang dulu menjajah Nusantara. Literatur tentang flora lengkap di sana. Juga spesimen daun keringan. Sedangkan museum itu, yang jaraknya sekitar satu kilometer, menyimpan binatang-binatang awetan.

Indira kini seorang perempuan dua puluh tahunan yang turun dari delman itu. Sebetulnya ia tak senang lagi naik kendaraan tersebut. Kota ini kini begitu padat. Jalanannya penuh dengan mobil dan angkutan umum yang semua mengeluarkan asap. Ia kasihan pada kuda yang harus bersaing dengan hewan-hewan besi yang pantatnya menyemburkan karbon monoksida dan segala racun. Tapi dari rumahnya ke perpustakaan ini, delman adalah salah satu yang paling praktis.

Lagi pula, apa yang akan terjadi dengan binatang dan kusirnya jika kita tak mau lagi naik delman? Ia ingin sais maupun si kuda terus memiliki martabat seperti yang ia tahu di masa kanak-kanak.

Ia membayar ongkos dan melangkah masuk ke tempat kerjanya yang baru. Ini hari pertama ia menjadi pegawai di perpustakaan itu. Masih sebagai tenaga paruh waktu. Itu pekerjaan pertamanya dalam hidup. Ia sedikit berdebar-debar. Tapi mungkin ia berdebar lantaran teringat ayahnya. Teringat pelajaran pertamanya tentang herbarium dan jantan-betina bunga di rumah kaca kebun anggrek. Di dunia ini ada dua-dua. Jantan betina. Atas bawah. Siang malam. Hidup mati. Depan belakang. Maju mundur. Ada racun dan penawarnya.

Sebelum masuk ke pintu utama perpustakaan itu, ia memandang ke seberang jalan. Ke arah gedung tua yang tetap berdiri tak jauh dari sana: museum zoologi, tempat ayahnya pernah bekerja. Di dalamnya, di sebuah ruangan rahasia yang pintunya selalu tertutup rapat, entah siapa memelihara sepasang Minotaurus dan Sagitarius sejak kapan. Sebuah cerita yang sangat purba dalam ingatannya. Yang paling menakutkan, Nak, adalah yang tak bisa dilihat. Ia terbayang wajah ayahnya, suaranya yang sok serius dan senyumnya yang menyenangkan.

Indira menarik napas sebelum berpaling. Ia membayangkan ayahnya ada di dalam gedung museum itu, di meja kerjanya yang terbuat dari kayu, di mana ada kertas dan tabel serta buku-buku besar. Ia membayangkan ayahnya ada terus di sana. Dan ia di sini. Dua dunia yang seperti samar-samar berpasangan.



Jumat, 04 April 2014

makalah meningkatkan daya simak

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keterampilan berbahasa mencakup empat segi, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis, keempat-empatnya merupakan caturtunggal.
Sadar atau tidak, keterampilan menyimak ini tidak begitu mendapat perhatian pada sekolah-sekolah kita selama ini, bahkan juga di negara-negara yang telah maju. Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Paul T. Rankin pada tahun 1929 terhadap 68 orang dari berbagai pekerjaan dan jabatan di Detroid sampai pada suatu kesimpulan bahwa mereka ini mempergunakan waktu berkomunikasi 9% untuk menulis, 16% untuk membaca, 30% untuk berbicara, dan 45% untuk menyimak. Tetapi walaupun survei itu menyatakan bahwa pada umumnya kita menggunakan waktu untuk menyimak hampir tiga kali sebanyak waktu untuk membaca, sedikit sekali perhatian diberikan untuk melatih orang menyimak. Pada sekolah-sekolah di Detroid, Rankin menemukan fakta bahwa dalam penekanan pengajaran di kelas, membaca memperoleh 52%, dan menyimak hanya 8% (Salisbury, 1955: 229).
Makalah ini dapat sekadar menanamkan pengertian akan pentingnya menyimak dalam kehidupan serta dapat pula membantu untuk meningkatkan keterampilan para siswa sekolah menengah dalam bidang menyimak, maka tercapailah sudah sebagian dari maksud penulis.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut.
      1.            Bagaimana pengantar meningkatkan daya simak ?
      2.            Apa saja aneka pengalaman audio pemertinggi kemampuan menyimak ?
      3.            Apa saja aneka kegiatan peningkat daya simak ?



1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,maka makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut.
      1.            Pengantar meningkatkan daya simak.
      2.            Aneka pengalaman audio pemertinggi kemampuan menyimak.
      3.            Aneka kegiatan peningkat daya simak.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengantar Meningkatkan Daya Simak
            Salah satu tujuan pengajaran bahasa ialah agar para siswa terampil berbahasa: terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis. Oleh karena itu, maka dari setiap guru bahasa diharapkan timbulnya upaya demi peningkatan keterampilan berbahasa anak didiknya. Dalam bab ini kita akan membincangkan beberapa hal yang ada kaitannya dengan peningkatan daya simak, antara lain:
a)      aneka pengalaman audio pemertinggi kemampuan menyimak
b)      aneka kegiatan peningkat daya simak

2.2 Aneka Pengalaman Audio Pemertinggi Kemampuan Menyimak
            Tidak dapat disangkal lagi bahwa pengalaman-pengalaman audio pun dapat meningkatkan daya simak seseorang. Diantara pengalaman-pengalaman serta kegiatan-kegiatan yang akan turut mempertinggi daya simak para siswa adalah:
A      Meyimak pada guru apabila dia:
a)      Memperkenalkan bunyi-bunyi, urutan-urutan bunyi, pola-pola intonasi, dan ucapan-ucapan dengan tekanan-tekanan serta jeda-jeda yang kontrastif.
b)      Memberikan petunjuk-petunjuk yang ada hubungannya dengan kegiatan kelas sehari-hari, misalnya: mencatat kehadiran, memberikan pekerjaan rumah, atau tugas-tugas lainnya.
c)      Memberikan kalimat-kalimat contoh berdasarkan beberapa ciri gramatikal atau ciri leksikal bahasa.
d)     Memberikan isyarat-isyarat atau mengemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing responsi, reaksi yang tepat dalam kegiatan-kegiatan latihan pola bahasa.
e)      Menceritakan suatu kisah, dongeng, atau fiksi lainnya.
f)       Membacakan suatu paragraf, puisi, atau sebabak drama secara lisan.
g)      Memperagakan atau menirukan suatu dialog.
h)      Bercerita mengenai suatu kejadian yang terjadi pada dirinya sendiri atau orang lain.
i)        Menentukan suatu situasi bagi suatu dialog, film, atau siaran radio dan televisi, dan sebagainya.
j)        Mengadakan suatu imla atau dikte.
k)      Memberikan suatu latihan menyimak pemahaman.
l)        Memberikan suatu ceramah mengenai beberapa aspek kebudayaan.
m)    Mempersiapkan mereka bagi penulisan suatu komposisi.
n)      Menyambut para tamu dan mengajak mereka turut serta dalam percakapan.
o)      Meminta mereka turut serta dalam kegiatan-kegiatan praktis tertentu.
B       Menyimak pada para siswa lainnya memberi petunjuk-petunjuk, mengemukakan pertanyaan-pertanyaan, memberikan rangkuman-rangkuman, menceritakan aneka kejadian atau insiden (misalnya: apa yang mereka lihat atau apa yang terjadi dalam perjalanan mereka menuju sekolah).
C       Turut serta mengambil bagian atau peranan dalam suatu dramatisasi atau dialog tertentu.
D      Menyimak pada para pembicara yang diundang dari luar atau pada personalia sekolah lain.
E       Menyimak pada rekaman-rekaman fonograf pelajaran-pelajaran yang sama berulang-ulang sehingga mereka mendapat isi keseluruhan, dapat mendahului atau “menambah” apa kira-kira yang ingin mereka dengarkan.
F        Menyimak pada rekaman-rekaman fonograf pelajaran-pelajaran yang sama berulang-ulang (termasuk rekaman-rekaman nyanyian, drama, puisi, pidato).
G      Meyimak pada film-film bicara beberapa kali – ini terutama sekali disiapkan pada para pelajar bahasa – dan acara-acara radio dan televisi yang terpilih.
H      Ikut serta dalam percakapan-percakapan melalui telepon.
I         Mewawancarai, mengadakan tanya jawab dengan orang-orang tertentu.
J         Menghadiri kuliah, ceramah, konferensi, dan pertemuan-pertemuan perkumpulan bahasa asing.
K      Turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan spontan, yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu, yang memaksa mereka menyimak secara atentif untuk membuat suatu reaksi yang tepat terhadap suatu pernyataan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasangan mereka.
L       Turut berpartisipasi dalam kelompok-kelompok diskusi atau diskusi panel.
M     Pergi menonton dalam permainan-permainan bahasa (Finocchiaro & Bonomo, 1973 : 108 - 9).
2.3 Aneka Kegiatan Peningkat Daya Simak
            Para guru yang arif bijaksana yang telah berpengalaman bertahun-tahun  dimuka kelas dengan mudah dapat menemukan beraneka ragam kegiatan yang akan turut meningkatkan kegiatan menyimak (yang tajam dan mendalam) para anak didik mereka. Berikut ini kita kemukakan sejumlah saran. Beberapa dari situasi tersebut mungkin dapat dimanfaatkan dalam bentuk yang disajikan disini, sedangkan yang lain-lainnya mungkin perlu mengalami variasi-variasi sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
            Pembicaraan kita disini terbatas pada kegiatan-kegiatan peningkatan daya menyimak konversasif, apresiasif, eksplorasif, dan kosentratif saja.
A. Menyimak Konversasif
            Demi perbaikan, peningkatan, serta kemajuan bagi kegiatan menyimak konversasif maka prosedur-prosedur berikut ini dapat kita manfaatkan.
a)      Menyiagakan, menyuruh anak-anak bersiap-siap bagi keperluan perbaikan serta peningkatan dengan jalan mendiskusikan tanda-tanda atau ciri-ciri kurangnya perhatian para penyimak yang telah diperhatikan oleh para siswa pembicara dari waktu ke waktu, dari masa ke masa.
b)      Mengadakan norma-norma atau standar-standar bagi menyimak yang sopan santun dan untuk menjadikan seorang konversasionalis yang pandai dan lincah bercakap atau berbicara degan menarik, terlebih-lebih dalam diskusi.
c)      Membuat rekaman percakapan kelas serta menerapkan norma-norma yang telah ditetapkan itu.
d)     Membuat suatu daftar norma-norma bagi menyimak sopan santun yang tumbuh secara berangsur-angsur.
e)      Mengevaluasi percakapan-percakapan kelas berdasarkan daftar norma menyimak sopan santun diatas.
f)       Mendorong para siswa untuk mengevaluasi diri sendiri dengan mempergunakan daftar norma diatas.
g)      Dan akhirnya, memberi kesempatan kepada wakil-wakil kelas untuk mengadakan evaluasi atas kegiatan menyimak berdasarkan norma-norma yang telah ditetapkan itu.
Agaknya perlu pila kita ingatkan bahwa menyimak kritis pun turut pula terlibat tatkala anak-anak bekerja bersama-sama untuk meningkatkan kebiasaan-kebiasaan menyimak mereka.
B.  Menyimak Apresiasif
Dalam kegiatan menyimak apresiasif ini haruslah dipertimbangkan dua aspek yang berbeda, yaitu:
       I.            Keresponsifan, dan
    II.            Pengolahan serta pengembangan cita rasa.
Dan perlu pula kita sadari bahwa meyimak kreatif pun terlibat pula dalam sejumlah kegiatan yang didaftarkan di sini. Membaca nyaring atau membaca bersuara sering kali merupakan latar belakang bagi menyimak responsif atau menyimak apresiasif, apabila para penyimak;
a)      Membuat sketsa atau bagan suatu kartun asli seorang tokoh atau situasi yang dilukiskan dalam suatu cerita.
b)      Mempantomimkan, memainkan boneka atau wayang, atau mendramatisasikan secara spontan sebagai suatu responsi terhadap suatu cerita yang baru saja disimaknya.
c)      Secara individual menceritakan atau menulis suatu kesimpulan akhir yang original bagi suatu cerita yang berkualitas tinggi; dan
d)     Membuat latar belakang suara/bunyi-bunyian dengan ritme instrumen-instrumen orkes pada saat guru membacakan suatu puisi atau cerita yang melukiskan berbagai jenis suara atau kecepatan gerakan; misalnya pada saat sang tokoh berjalan-jalan, berjalan cepat, tersandung, berlari dengan lompatan, berhenti sebentar dan berjalan lagi pelan-pelan, membalap, mengebut, dan meloncat menyelamatkan diri dari bahaya maut.
Begitu pula halnya dengan bercerita, memberi kesempatan kepada anak-anak untuk belajar menyimak secara apresiasif dan kreatif; misalnya pada saat mereka:
(i)     Menceritakan kisah-kisah berantai yang setiap peserta harus menyambungnya mulai dari saat pembicara awal sampai berhenti.
(ii)   Menyaksikan adegan pertama suatu lakon yang direncanakan dan disajikan oleh suatu panitia, lalu secara spontan menyusun adegan berikutnya.
(iii) Menyimak pada petunjuk-petunjuk dalam cerita-cerita yang telah dipersiapkan yang diceritakan oleh para anggota suatu panitia atau komite khusus, yang menimbulkan serta menyarankan cerita-cerita spontan pada pihak para penyimak; dan
(iv) Bagi para siswa lanjutan, memperhatikan serta mencatat ide-ide yang disarankan oleh puisi-puisi dan cerita-cerita yang disajikan oleh guru atau teman-teman sekelas mereka.
Dalam upaya mencoba meningkatkan serta mengembangkan cita rasa para siswa dalam santapan menyimak ini maka kegiatan-kegiatan berikut ini dapat kiranya memberi bantuan yang bermanfaat:
a)      Membuat pita rekaman berbagai cerita dan puisi yang digemari oleh para siswa dan memberi kesempatan kepada para penyimak meminta suatu peyajian pribadi terhadap salah satu yang paling digemari atau yang lainnya agar didiskusikan dalam kelas mengenai kualitas-kualitas yang terkandung dalam puisi dan cerita yang menarik sepanjang masa.
b)      Melukis atau menggambar pemandangan-pemandangan yang disarankan oleh pilihan terbanyak yang merupakan pujian.
c)      Mengadakan suatu “pawai sukses” puisi-puisi atau cerita-cerita antar pribadi atau antar kelas yang didengar selama dua minggu tatkala anak-anak mendapat giliran membaca.
d)     Membuat “pawai sukses” kelas yang bersamaan dari pertunjukan-pertunjukan radio atau televisi setempat.
e)      Menyelidiki pendapat umum mengenai berbagai preferensi atau pilihan menyimak para anggota kelas bagi acara-acara serupa itu, dilanjutkan dengan suatu kegiatan diskusi mengenai kulaitas-kualitas yang menyebabkan pilihan tersebut.
f)       Membuat suatu lembaran penilaian yang secara koperatif menunjukkan jenjang-jenjang untuk mengevalusi penyimakan radio dan televisi, dan akhirnya
g)      Membentuk suatu komite atau panitia yang akan memberikan pengumuman kemajuan acara-acara pilihan yang disajikan pada suatu teater lokal atau pada acara radio dan televisi.
C.  Menyimak Eksplorasif
            Peningkatan serta kemajuan dalam bidang menyimak eksplorasif atau menyimak penjelajahan ini dapat timbul dari kegiatan-kegiatan yang kita terangkan berikut ini:
a)      Dalam memperluas dan mendalami makna-makna kata, para siswa dapat menyimak pada kata-kata tertentu yang telah didaftarkan di papan tulis sebelum menyimak suatu bacaan pilihan. Mereka akan memahami makna dengan memperhatikan konteks pemakaian kata-kata tersebut.
b)      Setelah menyimak pada seperangkat petunjuk hanya sekali saja, para siswa akan mengadakan suatu eksperimen sederhana melaksanakan beberapa usaha dalam keahlian atau konstruksi.
c)      Setelah menyimak, para siswa menuliskan petunjuk-petunjuk, misalnya bagi penyelamatan diri di pantai atau bagi pemain sepak bola.
d)     Atau mereka penyimak informasi baru mengenai suatu topik yang sebagian telah pernah dipelajari.
Cara yang paling baik untuk membantu para siswa menyimak informasi ialah melihat apakah mereka menyimak dengan suatu pertanyaan atau masalah dalam hati, apakah mereka mempunyai suatu maksud eksplisit bagi kegiatan menyimak yang akan mereka lakukan itu. Sang guru dapat mengajukan berbagai pertanyaan yang timbul dari diskusi kelas ataupun yang dikemukakan oleh seorang siswa secara individual yang belum memahami sepenuhnya beberapa pengalaman yang menimbulkan semangat dan kegairahan. Sang guru dapat memikirkan serta merencanakan berbagai latihan khusus, misalnya;
(i)     Dia dapat membuat suatu catatan atau arsip laporan berita dan menerbitkan ujaran-ujaran yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan, yang telah usang tidak terpakai lagi, atau yang tidak masuk akal sama sekali, dan menyuruh para siswa menyimak secara khusus terhadap kontradiksi-kontradiksi dan pernyataan-pernyataan yang telah usang atau menggelikan itu.
(ii)   Guru yang berbakat dapat menulis pernyataan-pernyataan yang bertentangan atau yang tidak masuk akal itu buat simakan kelas, seperti: “ Ani pergi ke kebun memetik mawar yang telah layu dan indah warnanya buat ditaruh di dalam pot bunga yang telah pecah di kamar tamu”.
(iii)  Para siswa dapat menyimak laporan-laporan (yang disajikan secara pribadi ataupun yang direkam oleh kelas sebelumya) atau suatu penjelasan untuk mempelajari fakta-fakta yang memperbaiki ide-ide yang keliru terdahulu.
(iv) Seluruh kelas dapat menonton serta menyimak suatu film bicara dengan tujuan utama memikirkan masalah-masalah yang dapat membimbing diskusi kelompok.
Suatu bentuk menyimak yang relatif lebih maju bagi informasi adalah penentuan ide pokok dalam suatu pilihan yang baru saja didengar. Agar memiliki bahan-bahan yang tersedia bagi pembuatan latihan-latihan, maka hendaknya guru membuat kliping-kliping pidato, kuliah, laporan, pemberian atau deskripsi yang pantas serta sesuai untuk itu; atau dia dapat membuat suatu arsip rekaman-rekaman pita yang dapat dipergunakan setiap tahun. Sebelum para siswa berusaha menemukan ide-ide pokok melalui menyimak, hendaknya mereka telah mempunyai pengalaman sungguh-sungguh dalam menemukan ide pokok dalam sejumlah bahan bacaan pilihan. Kegiatan-kegiatan menyimak pertama hendaknya dipusatkan pada paragraf-paragraf tunggal dalam latihan-latihan yang menuntut para siswa:
a)      Memilih topik pusat yang sebenarnya dari suatu daftar pilihan berganda topik-topik yang berhubungan dengan paragraf tersebut yang hanya salah satu di antaranya yang merupakan ide pokok sebenarnya dari paragraf itu; atau
b)      Dengan cara yang sama memilih kalimat topik paragraf tersebut. Topik-topik atau pernyataan-pernyataan pilihan berganda itu hendaknya ditulis di papan tulis atau pada kertas sehingga para siswa mempunyai waktu untuk memikirkan serta mempertimbangkannya secara evaluatif. Latihan yang lebih lanjut lagi dalam menemukan serta menentukan ide-ide pokok didasarkan pada pilihan-pilihan yang terdiri atas tiga atau empat bagian. Dalam latihan ini para siswa dituntut untuk:
c)      Menuliskan, dalam urutan yang wajar, suatu topik yang memainkan peranan penting atau yang dapat mewakili ide topik dalam pilihan itu; atau
d)     Menulis suatu pernyataan bagi masing-masing. Kelas tujuh dan kelas delapan hendaknya sanggup menggarap latihan yang lebih sulit lagi tetapi yang bermanfaat bila mereka menemukan tema keseluruhan pilihan itu. Di sini pun butir-butir pilihan berganda hendaknya tersedia bagi para siswa untuk;
e)      Memilih topik-topik inti; atau
f)       Memilih kalimat yang baik mengekspresikan tema tersebut. Para siswa yang lebih pintar akhirnya hendaknya sanggup dan mampu untuk;
g)      Menuliskan tema tersebut secara bebas. Dan akhirnya setelah memperoleh banyak pelajaran dalam menemukan ide-ide pokok, maka para siswa mampu;
h)      Menulis rangkuman-rangkuman.
D.  Menyimak Konsentratif
Dalam pembicaraan di atas pun sebenarnya kita telah menyinggung-nyinggung kegiatan menyimak konsentratif. Bentuk lain dari menyimak konsentratif yang menuntut para siswa untuk memperhatikan urutan ide-ide, adalah sebagai berikut ini:
(i)     Permainan sederhana yang mengikutsertakan anak-anak mengulangi apa-apa yang telah dikatakan dalam pernyataan-pernyataan kumulatif para siswa terdahulu, contoh:
Mereka pergi ke pasar membeli buah-buahan
Ani      : “Saya membeli jeruk.”
Ana      : “saya membeli jeruk dan pisang.
Ina       : “saya membeli jeruk dan pisang dan mangga.
Ida       : “saya membeli jeruk, pisang, mangga dan durian.
Permainan ini berlangsung terus selama daftar kumulatif lengkap dan dalam susunan yang benar.
(ii)   Tugas kedua yang menarik adalah berpantomimkan suatu cerita  (yang terdiri atas tiga atau empat adegan) yang telah disajikan secara lisan.
(iii)  Suatu tugas alternatif adalah penceritaan kembali cerita tersebut dalam urutan yang wajar.
(iv) Alternatif  lain adalah membuat gambar-gambar yang sesuai dengan adegan-adegan cerita tersebut.
Erat berhubungan dengan penempatan ide-ide utama serta penentuan urutan-urutannya adalah memperhatikan rencana organisasi sang pembicara. Disini pun para siswa haruslah pertama sekali membaca dan menganalisis beberapa cara mengemukakan suatu pembicara, seperti lelucon untuk menarik perhatian serta membuat para pendengar santai, suatu ucapan komplementer mengenai kota atau organisasi yang mensponsori pembicaraan itu, atau suatu pengalaman pribadi, yang membimbing pendengar ke arah tema pembicaraan. Para siswa akan terbiasa dengan frase-frase tradisional (“berikutnya”, atau “kedua, ataupun “selanjutnya”) yang menyoroti suatu pertukaran atau pergantian ke arah ide penting berikutnya. Mereka juga akan memperhatikan rencana sang pembicara dalam penutupan ceramah atau kuliah tertulisnya itu.
Mengiringi pengalaman penting dalam menganalisis kuliah-kuliah tertulis, maka para siswa hendaknya menganalisis pula cuplikan-cuplikan rekaman singkat atau pidato-pidato tertulis yang dibacakan secara lisan oleh guru.
(1)   Mereka akan memperhatikan tipe pendahuluan.
(2)   Mereka akan mengamati atau mengawasi kata-kata transisional yang menuju ke arah pokok penting berikutnya.
(3)   Mereka akan bersiap siaga terhadap rencana sang pembicara untuk mengulangi pokok-pokok yang telah dibuatnya sebelum mengemukakan pokok berikutnya.
(4)   Mereka akan memperhatikan tipe kesimpulan, seperti rangkuman atau cerita ilustratif yang menunjukkan pokok-pokok yang telah dibuat oleh sang pembicara.
(5)   Dalam latihan lainnya yang menarik, para siswa yang lebih tua akan menyimak pendahuluan suatu pidato seorang pembicara terkenal dan mencoba meramalkan pokok-pokok yang akan dikemukakannya.
Hal-hal lain yang agak berhubungan dengan pengalaman-pengalaman dalam memperhatikan ide-ide penting dan rencana organisasi sang pembicara adalah aktivitas-aktivitas dalam memperhatikan detail-detail ilustratif. Bilamana para siswa harus menyimak detail-detail, maka pertama sekali mereka harus diberitahukan dan diingatkan akan adanya pokok-pokok dan ide-ide penting yang akan dilukiskan:
(i)     Sebaiknya mereka menyimak, hendaknya  mereka menulis suatu topik atau suatu kalimat untuk menggambarkan setiap detail ilustratif penting.
(ii)   Para siswa dapat menyimak detail-detail yang akan membantu mereka untuk membuat suatu bagan yang tepat atau gambar terperinci pada suatu gambar dinding.
Sang guru pun akan menemukan cara yang sebaiknya untuk menyusun pilihan-pilihan atau cuplikan-cuplikan yang menonjolkan detail-detail ilustratif yang tegas dengan membuat kliping-kliping atau membuat rekaman-rekaman pita. Maka saat pentingpun tibalah: para siswa perlu membuat catatan-catatan, misalnya selama mengadakan wawancara, mengikuti kuliah tamu yang diberikan oleh tamu sekolah, tatkala berkaryawisata ke museum, atau pada saat pembukaan industri yang rumit. Pengalaman-pengalaman terdahulu dalam menemukan ide-ide penting dan mengikuti rencana sang pembicara akan membentuk suatu dasar bagi pembuatan catatan-catatan yang berharga yang akan merupakan catatan-catatan penting bagi pembicaraan informal serta merupakan suatu kerangka atau bagan bagi penyajian yang teratur rapi. Membuat catatan dan membuat bagan sementara menyimak memang agak sulit, dan semua siswa terkecuali yang paling mampu dan cakap, haruslah mempunyai tanggung jawab yang amat sederhana.
Apabila saja anak-anak disodori norma-norma untuk menyimak yang baik serta dianjurkan untuk mempergunakannya, maka mereka sebenarnya telah terlibat dalam menyimak kritis yang sangat diperlukan dalam kehidupan modern. Yang penting dalam hal ini ialah bahwa anak-anak dibimbing secara konstan mengembangkan selera yang bermutu dalam memilih acara-acara pada radio-radio dan televisi yang telah begitu umum di rumah mereka. Juga penting, agar mereka menilai pernyataan-pernyataan yang bertentangan dalam iklan-iklan produksi yang bersaingan, dan juga mempertimbangkan secara objektif dan bijaksana pidato-pidato atau kuliah-kuliah yang diberikan oleh para politikus dan pemuka organisasi yang beraneka ragam dalam upaya mereka meyakinkan serta menarik para pendengar menjadi pendukung mereka. Adalah wajar bila sekolah mempergunakan serta memanfaatkan sebagian besar dari kesempatan-kesempatan ini untuk meningkatkan daya simak kritis para siswa.
Salah satu dari pelajaran-pelajaran penting yang harus dipetik oleh anak sekolah yang masih muda itu ialah perbedaan antara fakta dan fantasi, antara kenyataan dan khayalan, selanjutnya dapat membedakan dengan tugas antara fakta dan opini, antara kenyataan dan pendapat. Untuk mencapai maksud tersebut maka para siswa pada tingkatan menengah dan atas dapat mengecek, memeriksa keontetikan pernyataan-pernyataan dalam situasi-situasi berikut ini:
a)      Para siswa dapat mengemukakan pendapat-pendapat yang spontan dan kemudian memperoleh fakta-fakta untuk membuktikan pendapat-pendapat lisan mereka itu.
b)      Sang guru dapat menggunting atau menemukan pernyataan-pernyataan yang mencampurbaurkan fakta dan opini yang masuk akal dan menyuruh para siswa mula-mula menyimak opini-opini, dan kemudian fakta-fakta yang tidak dapat dibantah lagi.
c)      Sang guru dapat menceritakan ataupun membacakan secara lisan pernyataan-pernyataan singkat dengan pemahaman agar para siswa menuliskannya kembali ke dalam  pernyataan-pernyataan yang faktual.
d)     Para siswa dapat menyimak kuliah-kuliah dan acara-acara radio dan televisi, serta mencatat contoh-contoh opini yang dinyatakan sebagai fakta-fakta yang nyata. Mereka akan melaporkan temuan ini kepada kelas untuk menentukan apakah pernyataan tersebut benar-benar bersifat opini atau tidak. Anak-anak harus belajar mencari fakta waktu mereka menyimak.
e)      Para siswa kelas tertinggi yang paling pintar dan cakap dapat mengecek dari pembicaraan mereka beberapa contoh opini yang telah mereka nyatakan sebagai fakta-fakta.
f)       Para siswa tersebut dapat mengumpulkan serta menyusun frase-frase yang dipergunakan oleh para pembicara untuk menyembunyikan hal-hal yang dapat diperdebatkan dalam pernyataan-pernyataan mereka dan membuat semua itu seolah-olah bersifat faktual, misalnya: “para pemimpin mengatakan”; “dari sumber yang layak dipercaya”; “para ahli melaporkan.” Jenis menyimak kritis ini menuntut pikiran-pikiran cerah, yang secara ideal harus dimiliki oleh setiap  siswa.
g)      Seorang anggota panel atau penganggah dapat mengutip beberapa pernyataan yang tidak sesuai dengan konteks dan memberikan kesan yang salah kepada para pendengarnya, jika para pendengar tersebut tidak membuat suatu penilaian yang bijaksana dan objektif terhadap fakta-fakta kutipan serupa itu.
Para siswa lainnya mungkin beranggapan bahwa hal-hal serupa itu amat menarik serta membangkitkan minat sebab dalam kegiatan-kegiatan tersebut mereka belajar menyimak bahasa emosif:
(1)   Pertama-tama mereka dapat mendaftar serta membandingkan muslihat-muslihat yang masuk akal yang digunakan oleh para pengiklan pada siaran radio dan televisi untuk menarik perhatian, seperti: menciutkan ban, tembak-tembakan senapan, gema ruangan.
(2)   Kegiatan yang menarik lainnya adalah analisis mengenai psikologis penjualan yang mendasari iklan-iklan, misalnya: Apakah masuk akal, rinso bisa mencuci sendiri? Apakah logis, begitu minum obat, penyakit langsung sembuh?
(3)   Pidato-pidato para politikus dan promotor organisasi dapat pula dianalisis sedemikian rupa bukan saja dari segi tipe tuntutan psikologis tetapi juga dari segi bahasa yang menonjolkan teknik-teknik berbaring dengan kaki terkangkang dan tangan telentang diatas tanah, dan usaha membangkitkan semangat mendukung suatu tuntutan, penggeneralisasian yang cemerlang dan muluk-muluk, dan sebagainya. Apabila pidato-pidato bernada emosif, maka para pendengar harus memberikan perhatian kritis agar dapat menentukan apakah sang pembicara hanya mencoba agar dia menarik perhatian ataukah dia mempergunakan emosi sebagai suatu kamuflase, suatu penyamaran untuk mengelabui para pendengar.
(4)   Perbandingan lainya yang menarik yang dapat pula dibuat antara laporan-laporan berita dan komentar-komentar pada radio dan televisi. Sang guru dapat menggunakan pekerjaan rumah atau rekaman-rekaman yang telah dibuat untuk membantunya dalam membimbing (pembuatan) perbandingan tersebut (Dawson [et al], 1963 : 161 – 9; Ehninger [et al], 1978 : 21 – 33).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demikianlah telah kita perbincangkan dengan agak terperinci aneka kegiatan peningkatan daya simak para siswa. Pembicaraan diatas itu dapat pula kita rangkumkan dengan mempergunakan dengan cara lain, seperti dapat kita lihat pada gambar 44 berikut ini.
Gambar 44.      Cara Meningkatkan Keterampilan Menyimak (disarikan dari : Webb, 1975 : 147)


3.2 Saran
a.         Makalah ini merupakan resume dari sumber, untuk lebih mendalami isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam daftar pustaka.
b.        Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
            Angkasa.